Jumat, 09 Desember 2022

PENYEBAB PERMOHONAN PINJAMAN DITOLAK OLEH BANK

 

PENYEBAB PERMOHONAN PINJAMAN DITOLAK OLEH BANK

 

Adakalanya permohonan pinjaman yang diajukan oleh calon debitur atau suatu pihak tertentu tidak dikabulkan oleh bank disebabkan alasan – alasan sebagai berikut:

1. Kesalahan Dokumen dan Data Diri

Ketika akan mengajukan kredit, bank akan meminta calon debitur/peminjam  untuk mengisi data diri pada sebuah formulir. Oleh karena itu, harus dipastikan mengisi data tersebut dengan teliti agar tidak terdapat data yang salah.

Dalam beberapa kasus, pengajuan kredit ditolak bisa saja diakibatkan bank yang gagal melakukan verifikasi nomor telepon calon debitur/peminjam. Selain itu, ketika melampirkan dokumen pendukung, jika dokumen tersebut difotokopi pastikan isi dokumen tetap terbaca dengan jelas.

Dengan demikian sangat penting untuk melakukan pemeriksaan  seluruh persyaratan dokumen apakah sudah terlengkapi seluruhnya. Hal ini tidak hanya untuk mencegah pengajuan calon debitur/peminjam  ditolak, tetapi juga menghemat waktu calon debitur/peminjam  agar tidak bolak balik ke bank.

 

2. Jumlah Pinjaman yang Terlalu Besar

Pada umumnya, calon debitur atau peminjam mengajukan jumlah kredit sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi pihak bank memiliki standar perhitungannya sendiri untuk menilai jumlah pinjaman yang sesuai dengan calon debitur/peminjam  sebagai nasabah. Ketentuan tersebut diambil berdasarkan kondisi finansial calon debitur/peminjam  saat itu.

Bank biasanya akan menganlisa kemampuan membayar calon debitur melalui kondisi tabungan dan juga harta yang dimiliki oleh calon debitur/peminjam,  seperti rumah dan kendaraan. Apabila kredit yang diajukan calon debitur/peminjam  terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan kemampuan membayar, maka bank akan menolak pengajuan kredit tersebut.

3. Jumlah Penghasilan Tidak Sesui Syarat

Beberapa bank memiliki syarat jumlah penghasilan bagi nasabah yang mengajukan kredit. Bahkan kebanyakan bank memberikan syarat minimal gaji sebanyak 3 juta rupiah per bulan atau 36 juta rupiah per tahun. Hal tersebut dilakukan oleh bank semata – mata untuk  mengantisipasi risiko kredit tertunggak oleh nasabah maka hal ini dilakukan.

Penghasilan tetap calon debitur atau peminjam  menunjukkan kemampuan membayar. Oleh karena itu sebelum mengajukan pinjaman (kredit), pastikan jumlah penghasilan sesuai syarat, dan jumlah pinjaman/kredit  yang diajukan juga seimbang dengan kemampuan membayar.

4. Jaminan Kredit yang Tidak Sesuai

Jaminan merupakan salah satu hal penting dalam pengajuan kredit. Jika nilai agunan yang diajukan oleh calon debitur/peminjam  berada dibawah standar yang telah ditentukan oleh bank, terpaksa bank harus menolak permohonan pinjaman tersebut.

Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank biasanya sebesar 80% dari nilai agunan yang ajukan. Kecuali, jika kredit multiguna yang sudah bekerja sama dengan bank atau perusahaan tersebut.Penilaian agunan ini berlaku untuk kredit jenis konsumtif dan yang bersifat komersial atau usaha.

5. Belum Memiliki Kartu Kredit Aktif

Biasanya ada beberapa bank yang memberi syarat nasabah harus memiliki kartu kredit aktif selama minimal 1 tahun untuk dapat mengajukan KTA.

Kartu kredit yang aktif berarti kartu kredit masih digunakan dengan rutin dan masih dibayarkan cicilannya.

Hal ini dikarenakan pihak bank ingin melihat kecenderungan pengeluaran dan juga pembayaran cicilan kalian Akan tetapi ini tidak selalu berlaku di semua bank, dan juga di semua jenis pinjaman.

6. Pembayaran Kredit Sebelumnya Kurang Lancar

Apabila calon debitur/peminjam sebelumnya sudah pernah mengajukan kredit, pembayaran cicilan yang kurang lancar bisa menjadi penyebab ditolaknya pengajuan yang baru. Informasi Debitur Individual (IDI) Historis merupakan sejarah kredit yang dimiliki nasabah yang mengevaluasi seberapa lancar pelunasan kredit kalian.

Data calon debitur/peminjam  akan otomatis tersimpan di Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia dan dapat diakses oleh bank manapun. Apabila calon debitur/peminjam  masih memiliki tagihan kredit yang tertunggak, hal itu akan memperburuk nilai kredit calon debitur/peminjam.Berkaitan dengan hal tersebut, sangat penting untuk membayar tagihan kredit tepat waktu agar pengajuan kredit selanjutnya tetap lancar. Selain itu, hindari juga pembayaran minimum payment  berkepanjangan  karena  hal  itu juga dapat memperburuk nila kredit.

 

PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET

 

PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET

Kredit macet merupakan suatu kondisi di mana debitur tidak bisa membayar kredit bank secara tepat waktu. Kredit macet biasanya terjadi setelah debitur tidak bisa membayar minimum permbayaran yang sudah jatuh tempo selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Dalam bahasa Inggris, kredit macet dikenal juga dengan istilah Non Performing Loan (NPL). Pada umumnya ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu kredit macet, sebagai berikut:

1. Keahlian manajemen bisnis debitur

Penyebab pertama datang dari managemen bisnis debitur. Hal ini disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Universitas Bangladesh, sebesar 91,5 persen kredit macet berasal dari debitur yang tidak pernah mendapatkan pelatihan manajemen bisnis umum. Mereka kesulitan dalam mengelola managemen yang mereka jalani.

2. Keahlian manajemen keuangan debitur

Masih berdasarkan penelitian yang sama, sebesar 91,5 persen kredit macet juga berasal dari debitur yang tidak pernah mendapatkan pelatihan manajemen keuangan. Padahal managemen keuangan memiliki peranan penting bagaimana seseorang bisa mengelola keuanganya dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keahlian manajemen keuangan yang buruk bisa menyebabkan kredit macet dari sisi debitur.

3. Budaya kredit

Sebagian besar kredit macet berasal memang berasal dari sisi debitur. Debitur terkadang memutuskan untuk meminjam uang tanpa terlalu banyak memikirkan rencana di masa depan. Mereka terlalu mudah untuk berutang karena banyak orang lain juga yang mengambil kredit. Akibatnya mereka tidak memiliki rencana yang baik bagaimana mengembalikan pinjaman.

4. Perubahan pasar yang terjadi secara tiba-tiba

Adanya perubahan pasar yang terjadi secara tiba-tiba dapat mempengaruhi jumlah uang yang diambil untuk dipinjam dan dibayarkan. Jika perubahan pasar ini menyebabkan debitur kekurangan uang, maka hal yang terjadi selanjutnya adalah kredit macet.

5. Keahlian akuntansi dan pembukuan debitur

Selain berdasarkan managemen bisnis umum dan keuangan yang buruk, penelitian dari Universitas Bangladesh juga menunjukkab bahwa , 84 persen kredit macet berasal dari debitur yang tidak pernah mendapatkan pelatihan akuntansi dan pembukuan. Hal ini dikarenakan mereka yang tidak memiliki kemampuan akuntasi dan pembukuan baik kerap tidak bisa memetakan keuanganya dengan baik pula.

6. Perubahan industri perumahan

Industri perumahan dan pinjaman keuangan merupakan dua hal yang ternyata saling berkaitan. Jika harga rumah jatuh, maka akan ada lebih sedikit uang yang bisa didapatkan dari penjualan rumah. Hal ini juga dapat menyebabkan kredit macet

7. Keahlian penjualan dan marketing debitur

Penyebab berikutnya datang dari kealian penjualan dan marketing debitur. Bahkan sebagian besar kredit macet berasal dari debitur yang tidak pernah mendapatkan pelatihan penjualan dan marketing. Jumlahnya mencapai 91 persen kredit macet berasal dari debitur yang tidak pernah mendapatkan pelatihan penjualan dan marketing sebagaimana yang disebutkan oleh Universitas Bangladesh.  Padahal dua hal ini sangat mempengaruhi usaha debitur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keahlian penjualan dan marketing yang buruk bisa menyebabkan kredit macet dari sisi debitur.

8. Performa bank

Performa bank seperti efisiensi bank dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar juga mempengaruhi terjadinya kredit macet. Performa bank yang buruk akan menyebabkan pelayanan bank buruk, akibatnya hal-hal yang tidak sesuai rencana bisa terjadi. Termasuk kredit macet.

9. Kegiatan operasional bank

Dari sisi bank, beberapa kegiatan operasional bank rupanya bisa juga menyebabkan kredit macet. Beberapa hal yang bisa menyebabkan kredit macet dari sisi operasional bank misalnya faktor pengalihan dana, pemberian kredit yang buruk, penipuan yang dilakukan oleh pegawai bank itu sendiri, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian Universitas bangladesh dari seluruh sampel penelitian kredit macet, 30 persen disebabkan karena pengalihan dana, 30 persen karena penyetujuan kredit yang buruk, 20 persen karena penipuan oleh pegawai bank itu sendiri, 10 persen dari institusi lain dan 10 persen sisanya dari antrian yang panjang di bank.

10. Jangka waktu pelunasan kredit

Jangka waktu pelunasan kredit memang faktor yang bisa dipilih oleh debitur pada awal saat mengajukan pinjaman. Rupanya, jangka waktu pelunasan kredit ini juga bisa menyebabkan kredit macet, terutama apabila jangka waktunya terlalu cepat atau sebentar.

11. Kelemahan petugas bank

Kredit macet juga bisa disebabkan karena faktor petugas bank yang memberikan kredit. Jika kerja petugas bank kurang efektif dan kurang mampu mengelola kredit, maka akan terjadi kredit macet. Misalnya saja pihak bank tidak mampu mengatur waktu penarikan pembayaran dan lain sebagainya.

12. Investasi dan usaha yang dikelola debitur

Penyebab berikutnya datang dari sisi debitur. Penggunaan uang untuk jenis investasi dan usaha yang dikelola debitur akan mempengaruhi apakah akan terjadi kredit macet atau tidak. Jika usaha atau investasi berhasil, kredit akan lancar. Sebaliknya jika gagal atau diam di tempat, kredit macet tak terhindarkan.

13. Masa kerja serta pangkat atau golongan debitur

Masa kerja serta pangkat atau golongan debitur juga bisa mempengaruhi terjadinya kredit macet. Kredit macet akan lebih jarang terjadi di debitur dengan masa kerja yang lebih panjang serta pangkat atau golongan yang lebih tinggi

14. Gaya hidup debitur

Gaya hidup debitur juga mempengaruhi terjadinya kredit macet. Hal ini sangat berkaitan dengan manajemen diri. Debitur yang tidak mampu mengatur gaya hidupnya dengan baik akan kesulitan membayar utang sehingga bisa terjadi kredit macet

15. Tanggungan debitur

Penyebab berikutnya adalah tanggungan debitur. Terutama tanggungan di luar diri debitur. Misalnya orang tua, saudara dan lainya. Adanya tanggungan lain di luar diri sendiri yang harus ditanggung oleh debitur bisa memicu terjadinya kredit macet. Sebab debitur bisa saja harus mengeluarkan uang secara mendadak.

16. Terjadinya krisis ekonomi

Adanya krisis ekonomi dapat mempengaruhi kegiatan dan kondisi ekonomi banyak orang secara luas, termasuk debitur sehingga bisa menyebabkan kredit macet. Penyebab yang satu ini rasanya sudah tidak terbantahkan lagi dan sudah banyak negara mengalaminya.

17. Adanya ketidakjujuran dari debitur

Ketidakjujuran dari debitur saat mengajukan pinjaman agar prosesnya lebih cepat dan mudah akan menyebabkan kredit macet di kemudian hari. Bagaimanapun, kejujuran dan keterbukaan debitur saat mengajukan pinjaman sangat berpengaruh pada pelunasan kredit.

18. Pegawai bank yang kurang waspada saat memberikan kredit

Saat akan memberikan kredit, pegawai bank biasanya akan menganalisis terlebih dahulu faktor-faktor yang harus diperhatikan. Tidak semua kredit bisa sebaiknya disetujui. Terjadinya gagal bayar bisa disebabkan karena pegawai bank yang kurang waspada saat memberikan kredit.

19. Kebiasaan konsumen yang buruk

Kebiasaan dari konsumen atau debitur yang buruk juga merupakan faktor yang sangat menentukan terjadinya kredit macet. Konsumen yang memiliki kemampuan manajemen yang buruk serta kebiasaan berhutang yang buruk kemungkinan besar akan kesulitan membayar utang sehingga terjadilah kredit macet.

20. Karakter debitur

Kredit macet juga bisa datang dari karakter debitur serta caranya memandang utang. Dua hal tersebut sangat mempengaruhi apakah debitur akan melakukan pembayaran kredit atau tidak sehingga bisa menyebabkan terjadinya kredit macet.

 

Jumat, 02 Desember 2022

PRAKTEK PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA KORUPSI

 

PRAKTEK PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA KORUPSI

 

Dalam konteks pemberantasan Kejahatan atau Tindak Pidana Korupsi, maka masyarakat global yang diwakili oleh masing – masing negara sebagai subyek hukum menyamakan persepsi  bahwa korupsi merupakan musuh bersama karena korupsi bisa menghambat akselerasi pemerataan pembangunan, meningkatnya angka kemiskinan, mendegradasikan “ketenteraman hidup bersama”  karena tidak tercapai  kemakmuran. Kebijakan demi kebijakan terus digalakkan untuk memberantas korupsi yang telah menggurita serta menyebar dalam berbagai aspek sendi – sendi kehidupan di Indonesia. Upaya dan kebijakan tersebut dilakukan baik dengan langkah pencegahan maupun penindakan. Regulasi hukum sebagai “parameter timbangan” dan “pedang pemusnah” sudah ditempa dan dibentuk sangat solit dan akurasi yang tajam,  akan tetapi sampai saat ini  masih belum mampu menuntaskan semangat pemberantasan  korupsi. 

Fenomena factual di Indonesia yang tidak dapat diingkari adalah tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa (extra ordinary) seperti yang termaktub  dalam konsideran Undang – Undang  Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Secara preventif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  sebagai lembaga yang Independen sudah membuat langkah-langkah yang logis dengan adanya kewajiban pelaporan harta kekayaan Pejabat Publik, begitu pula Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005 dalam rangka  menguji integritas pejabat publik. Namun demikian, masih saja ada pejabat publik yang belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK, hal ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran pejabat publik untuk turut bekerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. 

Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan semangat  pencegahan dan pemberantasan  korupsi di Indonesia menjadi sangat relevan, urgent dan significant  dilakukan teknik dan strategi  “Pembuktian Terbalik” dalam kontreks persidangan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan.  Hal tersebut sesuai dengan Penjelasan Undang – Undang   Nomor 20 Tahun 2001 yaitu Pembuktian terbalik adalah pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa. Pembenahan Pembuktian kepada terdakwa guna membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Praktik pembuktian terbalik di Indonesia belum secara tegas dan konsisten diterapkan dalam pemeriksaan perkara di persidangan Pengadilan, oleh karena pada kenyataannya dalam persidangan perkara – perkara tipikor  masih fokus menggunakan pembuktian biasa yang diatur sesuai ketentuan dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dalam hal tersebut “Beban Pembuktian”  sepenuhnya diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Menurut sejarahnya,  konsep pembalikan beban pembuktian bermula dari sistem pembuktian yang dikenal dari negara – negara  yang tergolong dalam rumpun Anglo-Saxon dan terbatas pada “certain cases”,  khususnya terhadap tindak pidana “gratification” atau pemberian yang berkorelasi dengan “bribery” (suap), seperti Inggris atas dasar “Prevention of Corruption Act 1916” terdapat pengaturan apa yang dinamakan “Praduga korupsi untuk kasus-kasus tertentu” (Presumption of corruption in certain cases), Singapura atas dasar “Prevention of Corruption Act (Chapter 241)”, dan Malaysia atas dasar Pasal 42 Akta Pencegahan Rasuah 1997 “(Anti-Corruption Act 1997 (Act 575)” yang mulai berlaku sejak tanggal 8 Januari 1998. 

Pada hakekatnya, negara Indonesia sudah memiliki aturan dan kebijakan legislasi mengenai  pembuktian terbalik, sebagaimana  diatur dalam peraturan perundang – undangan  yang bersifat “Lex Specialis derogat Lex Generalis” di antaranya Pasal 5 ayat 1 Undang – Undang  Nomor 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, juga  Pasal 17 ayat 1, Pasal 18 ayat 2, Pasal 4 Undang – Undang  Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, demikian pula Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang – Undang  Nomor 31 Tahun 1999 jo.  Undang – Undang  Nomor 20 Tahun 2001 pengganti Undang – Undang  No. Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dengan demikian, seyogyanya oleh karena pranata “Pembuktian Terbalik” sudah diatur melalui kebijakan yang ada seharusnya para penegak hukum sudah dapat mengimplementasikan Sistem Pembuktian Terbalik dalam kasus korupsi, namun dalam tataran praktis masih mengalami delimatik yang cukup kompleks antara Sistem Pembuktian Terbalik yang berada di UU Khusus dengan asas Presumption of Innocent dan non self-incrimination, serta sistem pembuktian yang dikenal dalam KUHAP, sehingga kasus korupsi yang ada di Indonesia belum terimplementasi meskipun sudah memiliki payung hukum yang jelas. 

Penanganan kasus berjalan dengan cukup lambat dan berbelit-belit ditambah dengan modus para pelaku korupsi yang semakin canggih, selain itu varian korupsi di Indonesia cukup beragam, sehingga kategori tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada gratifikasi dan penyuapan seperti yang atur di negara-negara Anglo-Saxon. Secara umum, dalam tataran teoritis – yurisidis  maka Indonesia mengkualifikasikan KEJAHATAN KORUPSI paling tidak  beberapa   kategori tindak pidana korupsi yaitu, kerugian keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan jabatan, kecurangan, benturan kepentingan pengadaan barang dan jasa, serta gratifikasi. Oleh karena itu, bila proses penegakan hukum dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik diterapkan maka  dengan konsep tersebut para Terdakwa sebagai koruptor akan kesulitan untuk mengingkari harta hasil kejahatannya melalui pembuktian terbalik. 

Beban pembuktian terbalik memiliki keuntungan dalam proses penegakan hukum pidana dalam konteks tindak pidana korupsi, karena dalam hal pembuktian terbalik beban pembuktian dibebankan kepada terdakwa serta terdakwa maupun penasihat hukumnya harus mampu membuktikan dan meyakinkan majelis hakim bahwa terdakwa tidak melakukan korupsi, Pembuktian Terbalik bisa menjadi langkah preventif dalam memberantas tindak pidana korupsi karena memberikan konsekuensi kepada para pejabat publik khususnya yang mana dia mengabdi dan bekerja kepada kepentingan rakyat bukan pada kepentingan pribadi apalagi memperkaya diri sendiri dengan cara melawan hukum akan berpikir lebih panjang bila akan melakukan korupsi selain itu mempermudah proses penegakan hukum dalam rangka mempermudah pengembalian keuangan negara bila memang tidak mampu membuktikan dari mana asal muasal kekayaan yang didapatkan (asset recovery). 

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bawah Pembuktian Terbalik di Indonesia sudah memiliki payung hukum, akan tetapi di Indonesia belum terimplementasikan mengingat baik dari segi modus dan jenis tindak pidana korupsi di Indonesia memiliki banyak kategori tidak hanya terbatas pada gratifikasi dan penyuapan, selain itu adanya benturan asas dalam konteks Sistem Pembuktian di dalam KUHAP dengan yang diatur dalam peraturan perundang – undangan yang bersifat khusus, kemudian Pembuktian Terbalik bisa menjadi langkah preventif dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia serta mempermudah melakukan pengembalian keuangan negara (asset recovery).

 

FENOMENA BERBAGAI MODUS KEJAHATAN PERBANKAN

 

FENOMENA BERBAGAI MODUS KEJAHATAN PERBANKAN

  

Paradoks dari kemajuan sistem perbankan yaitu, semakin berkembang sistem perbankan, di satu sisi maka dapat memudahkan nasabah untuk bertransaksi. Akan tetapi, di sisi lain, juga bisa memancing modus-modus kejahatan perbankan yang lebih canggih.

Suatu kenyataan yang pada saat ini yaitu  industri perbankan di Indonesia semakin berkembang pasca collapse akibat krisis ekonomi dalam kurun waktu tahun 1997-1998. Perkembangan industri perbankan tersebut meliputi jumlah dana kelolaan, jangkauan ke masyarakat, juga produk-produk perbankan dan turunannya. Perkembangan tersebut ternyata diiringi dengan modus kejahatan yang juga semakin bervariasi.

a.         Pelaku kejahatan menggunakan mesin ATM dalam menjalankan aksinya, dimana penjahat memasukkan lidi ke dalam mesin ATM, sehingga kartu nasabah tidak bisa mencapai tombol di dalam ATM dan melakukan transaksi. Dengan demikian, kartu ATM nasabah tidak bisa keluar. 

b.        Pelaku kejahatan  memasang sticker nomor call centre palsu dari bank tersebut pada mesin ATM. Dengan harapan ketika kartu ATM nasabah terjebak di dalam mesin ATM, nasabah panik dan menghubungi call centre palsu yang sebenarnya merupakan nomor milik si penjahat tersebut. Ketika nasabah menghubungi nomor palsu, dengan mudah si penjahat menuntun nasabah untuk menyebutkan nomor kartu dan nomor PIN ATM. Perlu diketahui bahwa "Call Centre bank yang asli tidak pernah meminta nomor PIN ATM nasabah (modus seperti ini biasanya terjadi di Supermarket dengan target ibu-ibu rumah tangga, dan rumah sakit). 

c.        Modus penipuan melalui sosial media memang sering terjadi. Pelaku kejahatan  umumnya melakukan pendekatan personal. Oleh karena itu harus berhati – hati dengan orang yang mengajak perkenalan melalui media sosial seperti facebook, whatsApp, dan lain – lain; 

d.        Pelaku kejahatan menggunakan rekenin fiktif. Modus ini dilakukan dengan cara membuka rekening palsu menggunakan identitas palsu. Kemudian rekening ini digunakan sebagai alat transfer uang. Umumnya  penyebarannya melalui SMS, misalnya ada SMS tolong transfer ke rekening tertentu (yang telah ditentukan oleh sindikat pelaku kejahatan), biasanya menjelang hari-hari besar yang orang memang perlu transfer untuk melunasi pembayaran tertentu; 

e.        Modus lain dilakukan dengan cara dimana pelaku kejahtan  menghubungi pihak tertentu dengan berpura-pura menyatakan dan menginformasikan bahwa suami atau isteri atau anak dari target korban penipuan,  mengalami kecelakaan. Kemudian minta transfer agar segera bisa diproses tinakan medis di Rumah Sakit. Nomor Handphone sasaran didapatkan dari  penjual HP yang menjual nomor HP,  kemudian setelah mendapatkannya maka pelaku kejahatan  merunut nomor handphone tersebut  lalu menyebar secara acak kepada  hingga 1.000 SMS ke berbagai nomor.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengungkap sejumlah kecurangan di sektor perbankan. Kejahatan dalam industri keuangan tersebut memiliki berbagai macam modus operandi, dalam  topik bahasan Knowledge Sharing Session (KSS) yang digelar Auditorat Utama Investigasi (AUI) bersama Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VII BPK, dengan tema “Modus Operandi Kejahatan Perbankan: Tinjauan dalam Pemeriksaan”. 

Dalam acara Knowledge Sharing Session (KSS) disimpulkan beberapa MODUS kejahatan sebagai berikut:

a.    Modus pengambilan uang di ruang khazanah bank dan setoran tunai tanpa ada fisik uang. Kasus seperti ini sering  terjadi di kantor  cabang terpencil. Dalam konteks kasus yang demikian, peran kepala cabang juga sangat menentukan. (Dalam operasional perbankan, uang disimpan dalam khazanah untuk kas harian dan kas besar. Kasus ini terjadi di khazanah kecil atau tempat penyimpanan uang harian bank).

Berdasarkan aturan dan prosedur yang berlaku, setiap pengambilan uang di khazanah harus disertai surat permohonan, berita serah terima, dan disetujui oleh kepala cabang. Selain itu, setiap hari harus ada cek fisik atau stock opname setiap pagi dan sore. 

Akan tetapi, dalam kasus seperti diterangkan diatas, Kepala Cabang memerintahkan account officer untuk mengambil uang di khazanah tanpa ada surat permohonan. Dapat pula terjadi, dimana Kepala Cabang yang memerintahkan head teller untuk melakukan setoran tunai ke rekening Kepala Cabang dan saudara-saudaranya. Keadaan demikian semakin kompleks  dengan tidak adanya stock opname persediaan uang bank setiap dua kali sehari. Laporan tersebut tidak disampaikan secara tertib ke cabang utama atau pusat. (Biasanya kasus yang demikian  terungkap ketika kKala Cabang diganti, dimana  Kepala Cabang yang menggantikan kemudian melakukan stock opname dan kemudian diketahui ada kehilangan sejumlah nilai tertentu yang selanjutnya dapat  proses melalui jalur  hukum); 

b.    Modus lain terkait kas keuangan bank  adalah pengambilan uang mesin ATM oleh petugas koordinator area. 

c.    Adapula modus kejahatan lain melalui efek antara lain investasi pada medium term notes (MTN) dengan mengubah pedoman yang kemudian kerugiannya ditutupi dengan rekayasa investasi reksa dana. 

d.    Modus kejahatan perbankan dalam pemberian kredit kepada debitur. Dimana  kredit topengan atau pemberian kredit dengan menggunakan nama orang lain sebagai debitur adalah satu modus yang kerap muncul. 

e.    Modus pemberian kredit modal kerja standby loan kepada debitur yang bukan pelaksana pekerjaan proyek dan proses pemberian kreditnya tidak sesuai pedoman. 

f.      Modus atas dasar adanya persekongkolan oknum pejabat bank, debitur, dan makelar untuk menggunakan deposito milik orang sebagai agunan. Kemudian dalam pelaksanaan kredit, deposito tersebut dicairkan. 

g.    Modus kejahatan perbankan melalui tabungan dan deposito antara lain dilakukan dengan penerbitan dan aktivasi ATM tanpa sepengetahuan nasabah. Ada pula penarikan rekening nasabah/pencairan deposito tanpa sepengetahuan nasabah dan penawaran program tabungan/deposito di luar program resmi bank yang kemudian dana nasabah tersebut justru ditarik oleh oknum pejabat bank.

 

APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH.

Kamis, 24 November 2022

 JAMINAN BANK (BANK GUARANTEE)               

 

Bank garansi adalah istilah yang diberikan oleh pihak bank untuk menjamin nasabahnya. Sebagai lembaga keuangan, bank tentu saja memiliki sejumlah fasilitas yang memberikan kemudahan bagi nasabahnya dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Dapat pula dikatakan, JAMINAN BANK  atau  bank guarantee adalah jaminan yang diberikan oleh sebuah institusi peminjaman. Dengan adanya jaminan bank, pihak yang meminjamkan uang memastikan bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya. Dapat diartikan bahwa jika debitur gagal untuk melunasi utang, maka pihak bank akan bertanggung jawab. Jaminan bank memungkinkan konsumen atau debitur untuk membeli barang atau meminjam sejumlah uang.

Jaminan bank juga dapat diartikan sebagai kesepakatan dimana sebuah institusi peminjaman berjanji untuk menutup kerugian jika seorang debitur tidak mampu melunasi utangnya. Jaminan ini memungkinkan sebuah perusahaan untuk membeli barang atau perlengkapan yang tidak mungkin didapatkan tanpa pinjaman, mendorong pertumbuhan bisnis, dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan.

Jaminan bank dapat memberikan keamanan bagi pihak yang mengajukan maupun pihak yang menerima. Secara umum ada 3 (tiga)  pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam penerbitan jaminan bank, yaitu:

1.    Pemberi jaminan

Bank berperan sebagai pihak yang memberikan jaminan sekaligus sebagai pihak yang menerbitkan surat jaminan kepada nasabah yang memiliki kepentingan pada pihak lainnya.

2.    Pihak yang terjamin

Pihak yang mengajukan jaminan merupakan pihak yang terjamin dalam perjanjian ini. Mereka mengajukan dan membuat permohonan jaminan kepada pank untuk kepentingan perjanjian dengan pihak lain.

3.    Pihak yang menerima jaminan

Pihak yang menerima jaminan merupakan pihak ketiga yang menerima jaminan dari bank karena perjanjian yang dilakukan dengan pihak yang mengajukan jaminan. Mereka berhak menerima jaminan atas wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian yang sudah disepakati dan berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita.

Jaminan bank tidak bisa diterbitkan begitu saja. Pihak yang terjamin harus menjadi nasabah dari bank yang bersangkutan dan memiliki deposito atau giro yang jumlahnya setidaknya harus sama dengan jumlah uang yang akan diterbitkan dalam jaminan. Bank yang berperan sebagai pihak penjamin akan meminta provisi pada pihak yang terjamin.

Jenis Bank Garansi

Bank garansi memiliki beragam jenis sesuai dengan keperluan penggunaan jaminan, atau transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Pada intinya jenis bank garansi adalah bentuk jaminan yang menjamin tidak ada cedera janji oleh pihak berkewajiban. Berikut berbagai jenis bank garansi adalah:

1. Jaminan Penawaran (Bid Guarantee)

 

Jaminan penawaran adalah bentuk jaminan yang menjamin bahwa penawar (bidder) tidak akan menarik penawarannya dalam jangka waktu yang ditentukan untuk penerimaan. Serta akan melaksanakan kontrak tertulis dan memberikan syarat-syarat yang telah ditentukan. Jaminan penawaran menjadi salah satu contoh bank garansi yang dipakai dalam skema bidding.

 

2. Jaminan Pelaksanaan (Performance Guarantee)

 

Jaminan pelaksanaan adalah jaminan yang diminta oleh suatu perusahaan untuk menyuplai sumber daya yang diperlukan kepada calon kontraktor, serta untuk menanggung semua kewajiban berkontrak dari calon kontraktor tersebut.

3. Jaminan Uang Muka (Advance Payment Guarantee)

 

Jaminan uang muka merupakan garansi yang biasanya digunakan untuk mendukung atau menjamin pelaksanaan suatu kontrak, seperti kontrak untuk penjualan barang atau kontrak konstruksi.

4. Jaminan Pembayaran (Payment Guarantee)

 

Jaminan pembayaran merupakan jaminan keuangan yang mengharuskan debitur untuk melakukan pembayaran kembali berdasarkan persyaratan yang digariskan dalam perjanjian utang asli. Jaminan pembayaran seringkali juga didukung dengan jaminan lain seperti properti. Jaminan ini menjadi contoh bank garansi dalam fungsinya yaitu sebagai penjamin transaksi.

5. Jaminan Pemeliharaan (Retention Guarantee)

 

Jaminan pemeliharaan adalah garansi yang diterbitkan kepada pemilik atau pembeli dari bank untuk menjamin bahwa pihak pemohon akan terus memenuhi kewajiban kontrak setelah menarik pembayaran akhir dari harga kontrak di muka, sesuai permintaan dari kontraktor atau pemasok konstruksi.

6. Jaminan Kepabeanan (Custom Guarantee)

 

Jaminan kepabeanan merupakan garansi pembayaran pungutan negara dalam kegiatan kepabeanan. Diberikan kepada pihak penerima jaminan untuk menyelesaikan kewajiban pihak terjamin dalam mengelola barang terkait. Jaminan ini adalah contoh bank garansi yang digunakan dalam ranah bea cukai.

 

Selasa, 22 November 2022

 

KILAS PANDANG  

HUKUM PENANAMAN MODAL

 

PASAR MODAL merupakan kegiatan/aktivitas  yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek/saham, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung (agency) antara para investor dengan perusahaan atau institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Berlangsungnya fungsi pasar modal (Bruce Lliyd, 1976), adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan "kriteria pasarnya" secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan (komprehensif).

 

Dalam literasi akademis, sering terjadi kesalahan dalam memahami  terminologi Hukum Pasar Modal dengan Hukum Penanaman Modal. Oleh karena in concreto, secara gramatikal dan interprestasi terdapat perbedaan pengertian antara “Pasar” dan “Penanaman”. Secara harfiah,   awalan kata (hukum) dan akhiran kata  (modal) memiliki kesamaan diksi. Dengan adanya perbedaan maka tentunya akan memiliki konsekwensi lainnya. Untuk memperjelas arti kata pada terminologi pasar modal, maka rujukan yang paling mudah adalah mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

 

Dalam hal pengertian, Hukum Pasar Modal adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara investor (yang memiliki dana) dengan Emiten atau Perusahaan Publik (yang membutuhkan dana) melalui Bursa Efek sebagai media tempat bertemu; sedangkan Hukum Penanaman Modal adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana investor asing yang bermaksud menanamkan modalnya (dalam bidang usaha tertentu) di Indonesia. Penamanan modal ini tentunya bisa dilakukan secara langsung sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian maka terminologi ”pasar” memiliki perbedaan arti dengan terminologi ” penamanan”.

 

Hukum Pasar Modal lebih ditujukan kepada penanaman modal tidak langsung (indirect Investment). Sementara itu, Hukum Penanaman Modal lebih mengarah kepada aspek penanaman modal yang sifat langsung (direct investment), sehingga keduanya memang jelas memiliki perbedaan. Letak perbedaan di antara keduanya terletak pada tujuan investasi. Hukum Pasar Modal tujuan investasinya adalah jangka pendek, sementara itu, Hukum Penanaman Modal tujuan investasinya lebih menekankan kepada investasi jangka panjang.

 

Hukum Penanaman Modal menurut Pasal 1 ayat (1) didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Dengan demikian, maka penanaman modal adalah seluruh bentuk kegiatan bisnis dengan cara menanam modal melalui PMDN dan PMA untuk melakukan usaha di Indonesia. Artinya, sepanjang tujuan utamanya menanamkan modal tanpa melihat siapakah pemilik modalnya, maka kegiatan itu dapat dikategorisasi sebagai penanaman modal.

 

Merujuk pada kepustakaan Hukum Ekonomi atau Hukum Bisnis, terminologi PENANAMAN  MODAL diartikan sebagai  “Penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment, FDI), dan penanaman  modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Invesment, FII)”. Konsepsi penanaman  modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Invesment, FII)  juga disbut  dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).


Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

 

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)  mempunyai tugas merumuskan kebijakan dalam bidang penanaman modal, baik untuk investor dalam negeri maupun luar negeri. Dalam perjalannya, dengan diundangkan Undang-undang Nomor  25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, BKPM telah menjadi sebuah lembaga pemerintah yang menjadi koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antar instansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, serta pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (vide -  Pasal 27 UU-PM).

 

Created by: Appe Hamonangan Hutauruk

 

 

KONTRAK ATAU PERJANJIAN KERJASAMA YANG DIADAKAN OLEH PEMERINTAH

 

Dalam suatu Negara Hukum Modern maka secara kualitatif perbuatan administrasi negara (aparatur pemerintahan) dapat diklasifikasikan menjadi: 

a. Perbuatan membuat peraturan perundang – undangan;

b. Perbuatan melaksanakan peraturan perundang – undangan. 

Sehubungan dengan perbuatan melaksanakan peraturan perundang – undangan,  administrasi negara/aparatur pemerintahan melakukan perbuatan – perbuatan konkrit yang dapat dibedakan berupa: 

a. Perbuatan biasa;

b. Perbuatan hukum. 

Perbuatan hukum biasa berupa perbuatan – perbuatan yang tidak membawa akibat hukum dari aspek keperdataan. Sedangkan perbuatan – perbuatan hukum adalah baik perbuatan maupun akibat hukumnya diatur oleh hukum, baik oleh hukum perdata maupun hukum publik. Dalam hal pemerintah mengadakan kontrak atau kerjasama dengan pihak lain, misalnya pihak swasta maka dalam hal ini pemerintah dianggap melakukan perbuatan hukum perdata (hal ini berbeda dengan apabila pemerintah menerbitkan suatu ketetapan atau beschikking). 

Pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai pembangun sarana dan prasarana atau infrastruktur publik maupun sebagai penyedia dalam hal ini sebagai penyedia kebutuhan bagi rakyatnya, memerlukan sektor swasta sebagai pemasok barang dan jasa bagi pemerintah. Terkait dengan hal ini maka terjadi hubungan hukum antara pemerintah sebagai pihak pengguna dengan pihak swasta sebagai pihak penyedia yang disusun dalam bentuk kontrak (hubungan keperdataan).

Kontrak yang dibuat oleh pemerintah bersifat multi aspek dan mempunyai karakter yang sangat khas, namun demikian tetap merujuk pada ketentuan mengenai syarat – syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata jo. Pasal 1338 KUHPerdata. Sekalipun hubungan hukum yang terbentuk antara pemerintah dengan mitranya adalah hubungan kontraktual, tetapi di dalamnya terkandung tidak saja hukum privat, tetapi juga hukum publik. Apabila dalam kontrak komersil para pihak mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam mengatur hubungan hukum atau mengatur kewajiban kontraktual mereka, maka dalam kontrak pengadaan oleh pemerintah, kebebasan itu tidak sepenuhnya berlaku sebab terhadap kontrak ini berlaku rezim hukum khusus. 

Belum tersedianya instrumen hukum yang secara khusus mengatur kontrak komersial oleh pemerintah juga merupakan faktor lemahnya sistem pengadaan. Secara teoretik, terdapat berbagai isu hukum tentang pengadaan oleh pemerintah yang dapat diajukan untuk memperoleh kajian lebih lanjut. Dari perspektif hukum kontrak terdapat beberapa isu hukum yang dapat diajukan sebagai bahan untuk dikaji terutama tentang penerapan berlakunya prinsip umum hukum kontrak dalam kontrak pengadaan oleh pemerintah. Bertolak dari pemahaman bahwa kontrak merupakan proses, maka perhatian dalam studi tentang kontrak pengadaan di samping difokuskan pada situasi menuju pembentukan kontrak (pre-contractual fase), juga pada situasi setelah ditutupnya kontrak (post-contractual fase) atau menyangkut pelaksanaan dari kontrak itu. Dalam kaitan ini perlu adanya pemahaman tentang prinsip hukum kontrak berikut penerapannya dalam dua situasi itu. 

Dalam hal terdapat ambigutias pada isi kontrak yang menimbulkan perbedaan penafsiran, maka penafsiran dilakukan demi kerugian pihak perancang, hal ini disebut yang disebut contra preferentem rule. Bagi penyedia barang dan atau jasa hal ini tidak banyak manfaatnya. Situasi yang demikian ini timbul karena adanya desakan elemen hukum publik ke dalam hubungan kontraktual yang melibatkan pemerintah. 

Berdasarkan pada fakta dalam kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka tidak menutup kemungkinan terjadinya berbagai hambatan dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa. Kondisi ini dapat terjadi dengan adanya kedudukan pemerintah sebagai kontraktan dengan standarisasi keuangan negara akan menghambat pelaksanaan kontrak. Apalagi kenyataan ini ditunjang dengan kecenderungan pemerintah memposisikan diri sebagai badan hukum publik dalam kontrak yang seringkali melakukan penyalahgunaan wewenang dan perbuatan-perbuatan melanggar hukum lainnya. Di sisi lain, terdapat kemungkinan pelanggaran prinsip dan norma oleh penyedia barang/jasa yang dapat menimbulkan tanggung-gugat dalam kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai pengguna barang/jasa.

 

APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH.

 

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

  TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN   Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingka...