YURISPRUDENSI PENTING DALAM PRAKTEK PERADILAN
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1260 K/Sip/1980 Tanggal 31 Maret
1982, amarnya berbunyi: “Gugatan tidak dapat diterima, karena ditujukan
terhadap kuasa daripada Ny. Soekarlin, sedang yang seharusnya adalah Ny.
Soekarlin pribadi”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 443 K/Pdt/1984 Tanggal 19 Agustus
1985, amarnya berbunyi: “Karena rumah yang digugat merupakan harta bersama
(gono – gini), isteri Tergugat harus juga digugat";
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 365 K/Pdt/1984 Tanggal 10 Juni 1985,
amarnya berbunyi: “Dengan adanya pernyataan kontraktor, bahwa segala akibat
dan resiko pembangunan proyek pertokoan dan perkantoran tersebut menjadi
tanggung jawab kontraktor, kontraktor tersebut harus digugat”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 400 K/Pdt/1984 Tanggal 11 Juni 1985,
amarnya berbunyi: “Karena hubungan hukum yang sesungguhnya adalah hubungan
hutang piutang antara Penggugat dengan anak Tergugat, anak Tergugat harus turut
digugat”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 2678 K/Pdt/1992 Tanggal 15 September
1994, amarnya berbunyi: “Bahwa Pengadilan Tinggi keliru dalam
pertimbangannya yang menyatakan bahwa Bank Duta Cabang Lhok Seumawe hanya merupakan
cabang dari Bank Duta Pusat, dengan demikian tidak mempunyai legitimasi
personal standi in yudicio, padahal cabang adalah perpanjangan tangan dari
kantor pusat, oleh karena itu dapat digugat dan menggugat. Sehingga gugatan
yang ditujukan kepada Agamsyah Hamidi selaku Manager Operasional Bank Duta
Cabang Lhok Seumawe dalam kapasitasnya sebagai manager berdasarkan perjanjian
akta perjanjian kredit dalam rangka perikatan dengan pemohon kasasi
adalah mempunyai legitimasi dalam jabatannya mewakili Bank Duta cabang Lhok
Seumawe, oleh karena itu gugatan tersebut adalah sah menurut hukum”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:832 K/Sip/1973 Tanggal 23 Maret 1976,
amarnya berbunyi: “Pengunduran Tergugat II pada sidang ketiga haruslah tidak
dibenarkan oleh Pengadilan karena Penggugat berkeberatan terhadap pengunduran
itu, sehingga Tergugat II harus tetap dianggap sebagai pihak dalam perkara
(i.c. pada sidang ketiga Pengadilan Negeri, Tergugat II mengundurkan diri
sebagai Tergugat untuk kemudian bertindak sebagai saksi dari Tergugat)”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 201 K/Sip/1974 Tanggal 28 Januari
1976, amarnya berbunyi: “Putusan Hakim pertama yang menyangkut 14 orang
Tergugat, yang selama sidang berlangsung, diluar sidang persoalannya telah
selesai dengan pihak Penggugat secara damai, kemudian dalam diktum bagian kedua
menghukum mereka untuk mentaati dan melaksanakan isi perjanjian yang telah
dibuatnya adalah tidak tepat. Bahwa seharusnya dalam hal tersebut Hakim pertama
harus mengusulkan kepada para Penggugat agar mereka sebelum perkara diputus,
mencabut gugat mereka terhadap 14 orang tersebut, dan apabila pihak Penggugat
tidak mau melakukan hal itu, dengan putusan oleh karena antara mereka tidak ada
persoalan lagi, menyatakan gugat terhadap mereka tidak dapat diterima”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 482 K/Sip/1973 Tanggal 8 Januari 1976,
amarnya berbunyi: “Hakim pertama telah menyalahi hukum acara karena
menganggap Tergugat dikeluarkan dari gugatan dan terhadapnya tidak
menjatuhkan putusan (i.c. Pengadilan Negeri mempertimbangkan):
"bahwa
Tergugat I menyatakan bahwa ia tidak pernah menghaki atau menjual sawah
sengketa;
bahwa
dalam surat gugatannya juga tidak pernah disinggung apakah Tergugat I pernah
menghaki atau menjual sawah tersebut;
bahwa
oleh karena itu Tergugat I harus dikeluarkan dari gugatan".
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1780 K/Sip/1978 Tanggal 1981, amarnya
berbunyi: “Karena Tergugat asal II telah menyetujui pencabutan gugatan dan
tidak bersedia menghadap ke sidang, maka dapat dipandang bahwa Tergugat II
tersebut telah melepaskan kepentingan dalam perkara ini, sehingga pencoretan
namanya sebagai Tergugat tidaklah bertentangan dengan hukum”;
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 85 K/Sip/1982 Tanggal 18 Desember
1982, amarnya berbunyi: “Pengeluaran Tergugat dari proses perkara ini secara
ambhalve tidak dapat dibenarkan, karena hal itu melanggar tertib hukum acara”;
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002