YURISPRUDENSI MENGENAI GUGATAN
YANG TIDAK JELAS
- Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 582 K/Sip/1973 Tanggal 18 Desember 1985, kaidah
hukumnya:
Karena petitum gugatan adalah tidak
jelas gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Petitum tersebut sebagai berikut:
- Menetapkan hak Penggugat atas tanah tersebut;
- Menghukum Tergugat supaya berhenti bertindak atas
tempat terebut, dan menyerahkan kepada Penggugat untuk bebas bertindak
atas tempat tersebut;
- Menghukum Tergugat serta membayar ongkos – ongkos
perkara ini.
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1186 K/Sip/1973 Tanggal 4 Mei 1976, yang pada pokoknya
kaidah hukumnya yaitu Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah
Agung:
“Tuntutan Penggugat – Pembanding
mengenai pengembalian penghasilan tanah selama 12 tahun harus ditolak karena
tidak disertai bukti – bukti secara terperinci dan meyakinkan”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1380 K/Sip/1973 Tanggal 11 Nopember 1975, kaidah hukumnya:
“Tuntutan Penggugat yang berbunyi: “Menghukum Tergugat supaya tidak mengambil
tindakan yang bersifat merusakkan bangunan – bangunan tersebut”, tidak dapat
dikabulkan sebab bersifat negatif”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 88 K/Sip/1975 Tanggal 13 Mei 1975, kaidah hukumnya:
“Putusan Pengadilan Tinggi mengenai ganti rugi harus dibatalkan, karena tentang
hal itu belum pernah diadakan pemeriksaan dan juga hal tersebut tidak terbukti
(i.c. Penggugat menuntut ganti rugi Rp. 45.000,- untuk ongkos menagih dari Lawang
ke Surabaya serta ongkos gugatan, yang oleh Pengadilan Tinggi tuntutan tersebut
dikabulkan)”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 492 K/Sip/1970 Tanggal 21 Nopember 1970, kaidah hukumnya:
“Gugatan yang tidak sempurna, karena
tidak menyebutkan dengan jelas apa yang dituntut, harus dinyatakan tidak dapat
diterima, seperti halnya dalam perkara ini dituntutkan:
Agar dinyatakan syah semua keputusan
Menteri Perhubunga Laut, tetapi tidak disebutkan putusan – putusan yang mana;
Agar dinyatakan sebagai perbuatan
yang melanggar hukum segala perbuatan Tergugat terhadap Penggugat dengan tidak
menyebutkan perbuatan – perbuatan yang mana;
Agar dihukum membayar ganti rugi
sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) tanpa memerinci untuk kerugian –
kerugian apa saja”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 616 K/Sip/1973 Tanggal 5 Juni 1975, kaidah hukumnya:
“Mengenai gugatan terhadap hasil
sawah sengketa, walaupun tentang hal ini tidak ada bantahan dari Tergugat, yang
seharusnya dengan demikian gugatan dapat dikabulkan; tetapi karena Penggugat
tidak memberikan dasar dan alasan daripada gugatannya itu, ialah ia tidak
menjelaskan berapa hasil sawah – sawah tersebut sehingga ia menuntut hasil
sebanyak 10 gunca setahun, gugatan haruslah ditolak”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 81 K/Sip/1971 Tanggal 9 Juli 1973, kaidah hukumnya:
“Karena, setelah diadakan
pemeriksaan setempat oleh Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah Agung, tanah
yang dikuasai Tergugat ternyata tidak sama batas – batas dan luasnya dengan
yang tercantum dalam gugatan, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1391 K/Sip/1975 Tanggal 26 April 1979, kaidah hukumnya:
“Karena dari gugatan Penggugat tidak
jelas batas – batas dusun sengketa yang digugat, hanya disebutkan (bertanda II)
saja, gugatan Penggugat tidak dapat diterima”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 873 K/Sip/1975 Tanggal 6 Mei 1977, kaidah hukumnya:
“Pertimbangan Pengadilan Tinggi: - bahwa
tuntutan Penggugat mengenai keuntungan perusahaan harus dinyatakan tidak dapat
diterima, karena tidak terperinci sebagaimana mestinya, sehingga tidak jelas
berapa jumlah keuntungan yang secara tepat menjadi hak Penggugat – tidak dapat
dibenarkan, karena hal tersebut telah diperincikan dengan surat – surat bukti
Penggugat”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1149 K/Sip/1975 Tanggal 17 April 1979, kaidah
hukumnya:
“Karena dalam surat gugatan tidak
disebutkan dengan jelas letak/batas – batas tanah sengketa, gugatan tidak dapat
diterima”;
- Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1075 K/Sip/1975 Tanggal 18 Desember 1982, kaidah hukumnya:
“Pengadilan Tinggi tidak salah
menerapkan hukum, karena petitum bertentangan dengan posita gugatan, gugatan
tidak dapat diterima”;
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant