TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DAN RAHASIA BANK
Undang-undang Nomor 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(UU TPPU), merumuskan tindak pidana pencucian uang dapat diidentifikasi dalam 3
(tiga) pasal, yaitu:
1. Tindak Pidana Pencucian
Uang yang diintrodusir Pasal 3:
“Setiap Orang yang
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata
uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
(sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian
Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)”.
KAJIAN KASUS:
Pembelian Saham Maskapai
Penerbangan Nasiona Garuda Indonesia oleh Muhammad Nazarudin,
dimana pembelian saham yang dilakukannya hanya perusahaan-perusahaan
dilingkungan tertentu dengan tawaran lebih tinggi. Nazarudin melakukan ini
untuk menyimpan uangnya ke dalam sistem yang lebih aman dan berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini dikatakan sebagai money laundering.
Merujuk pada UU Nomor 8
Tahun 2010 TPPU pasal 3, karena Nazarudin telah
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
(dalam hal ini melakukan transaksi dalam perdagangan saham maskapai penerbangan Garuda Indonesia)
sehingga dapat terkena pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling
banyak Rp10 milyar.
2. Tindak Pidana
Pencucian Uang yang diintrodusir Pasal 4:
“Setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak
atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai
pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”.
KAJIAN KASUS:
Penyamaran dana yang
dilakukan oleh si X yang merupakan karyawan Bank. Dalam kasus tersebut, X
melakukan perbuatan Tindak Pidana penggelapan dana nasabahnya dengan
mengalihkan dana nasabah ke tabungannya dan seterusnya. Selanjutnya, dana
tersebut ditransfer ke beberapa tabungan adik, ibu serta suaminya
(keluarga atau kerabatnya). Selain itu dana tersebut dipakai untuk
membeli barang-barang seperti apartemen dan mobil. Perbuatan
X dianggap telah menyamarkan asal-usul
uang hasil penggelapan.
3. Tindak Pidana Pencucian
Uang yang diintrodusir Pasal 5:
“Setiap orang yang
menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2
ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar”.
KAJIAN KASUS:
Berkaitan dengan contoh kasus pada poin 2 di atas, maka adik, ibu beserta suaminya yang menerima transfer sejumlah uang dari X dan menikmatinya atau memakainya untuk membeli beberapa barang seperti apartemen dan mobil, maka juga dapat dikenakan Pasal 5 Undang-undang ini, karena mereka telah menerima uang yang baik diketahui atau seharusnya patut diduga bahwa uang tersebut adalah hasil tindak pidana.
KAUSALITAS TPPU dengan Pengaturan Rahasia Bank:
Ketentuan
dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (“UU 10/1998”) sebagai berikut:
1.
Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya,
kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A. Pasal 42,
Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
Pasal 42 UU 10/1998 dan Pasal 45 UU Perbankan merupakan salah dua dari aturan tentang rahasia bank (pengecualian rahasia bank dalam hal terjadi tindak pidana).
Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (“Perppu 1/2017”) sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 telah diatur sebagai berikut:
Pasal 40 dan Pasal 41 UU 10/1998 dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
Kemudian, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 (“Putusan MK 64/2012”) juga diatur bahwa:
Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian.
Pengecualian Rahasia Bank Dalam UU TPPU:
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah dicabut keberlakuannya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ("UU TPPU").
Ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Pasal 40 UU 10/1998 ternyata juga dikecualikan dalam UU TPPU. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 45 UU TPPU sebagai berikut:
Dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.
Dalam Penjelasan Pasal 45 UU TPPU dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "kerahasiaan" antara lain rahasia bank, rahasia non-bank, dan sebagainya.
Selain itu, perlu kita ketahui bahwa untuk kepentingan
pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut
umum, atau hakim berwenang meminta pihak pelapor untuk memberikan
keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari:
a.
Orang yang telah
dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik;
b.
Tersangka; atau
c.
Terdakwa.
Menariknya, dalam Pasal 72 ayat (2) UU TPPU diatur mengenai pengecualian rahasia bank berkaitan dengan hal di atas, sebagai berikut:
Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lain.
Dengan demikian, pengaturan tindak pidana pencucian uang dimaksudkan untuk menambahkan ketentuan pengecualian terhadap rahasia bank yang telah diatur dalam Pasal 41 hingga 44A UU 10/1998, Pasal 8 ayat (2) Perppu 1/2017 dan Putusan MK 64/2012.
Dengan berlakunya UU TPPU, bank sebagai salah satu penyedia jasa
keuangan wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (“PPATK”) yang meliputi:
a.
Transaksi Keuangan
Mencurigakan;
b.
Transaksi Keuangan
Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam
satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja;
dan/atau
c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan.
Transaksi mana pastinya akan menyangkut rahasia bank karena hal
itu berkaitan dengan keterangan nasabah dan simpananya yang sebenarnya bank
harus merahasiakannya. Bila bank atau penyedia jasa keuangan tidak melaporkan
hal ini maka bank atau penyedia jasa keuangan tersebut justru dikenakan sanksi
administratif berupa:
a.
peringatan;
b.
teguran tertulis;
c.
pengumuman kepada
publik mengenai tindakan atau sanksi; dan/atau
d.
denda administratif.
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002