TEORI – TEORI PEMERINTAHAN
DAERAH
Areal Division of Power (ADP) mempunyai ciri –
ciri sebagai berikut:
1.
Selalu dikaitkan secara erat dengan nilai – nilai dasar komunitas;
2.
Secara sistematik meliputi berbagai cara untuk membagi kekuasaan
pemerintahan menurut wilayah, untuk memperkenankan dan mendorong analisis
perbandingan;
3.
Penerapannya dapat pada Negara Kesatuan atau Federal;
4.
Menjanjikan suatu landasan bagi pengembangan hubungan antara Areal
Division of Power (ADP) dengan Capital Division of Power (CDP).
Pada Division of Power (ADP)
ini terdapat 3 (tiga) nilai dasar yang akan direalisasikan, yaitu:
-
Liberty, pembagian kekuasaan
untuk mempertahankan tindakan pemerintah yang sewenang – wenang;
-
Equity, pembagian kekuasaan
memberikan kesempatan yang luas bagi partisipasi warga masyarakat dalam
kebijakan, dan
-
Welfare, pembagian kekuasaan
menjamin bahwa tindakan pemerintah akan efektif dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat;
Fragmented Field
Administration:
- Membenarkan batas – batas
wilayah kerja (yurisdiksi) dari perangkat departemen di lapangan (instansi
vertikal) secara berbeda menurut pertimbangan fungsi dan organisasi induk;
- Tidak terdapat wilayah
adminsitrasi (seperti yang dikenal di Indonesia) dengan wakil pemerintahannya
untuk keperluan koordinasi dan kegiatan pemerintahan lainnya;
Integrated Field Administration, mengharuskan
terdapatnya keseragaman batas – batas wilayah kerja (yurisdiksi)
dari berbagai instansi vertikal atas dasar (wilayah) administrasi
beserta wakil pemerintah.
Integrated Prefectoral Sistem:
a.
Merupakan pelaksanaan dari integrated
field administration dalam desentralisasi;
b.
Mengharuskan pula berhimpitnya daerah otonom dengan daerah
(wilayah) administrasi;
c.
Perangkapan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Pemerintah;
FRIED, menyebutkan bahwa sistem tata pemerintahan dilihat dari apakah
sebuah negara menganut penempatan “wakil
pemerintah” atau tidak, maka ada 2 (dua) sistem utama di dunia:
1.
Negara – negara yang menganut sistem perfektur;
2.
Negara – negara yang menganut sistem fungsional (tidak dianut
wakil pemerintah di daerah);
AF LEEMANS (1970) menggunakan pola
pertalian dalam pemerintahan daerah sebagai metode, yaitu:
-
Dual hierarchy model, terdiri dari:
a.
Central government field administration;
b.
The representative local government institution;
c.
Masing – masing hierarki merupakan campuran dari beberapa tingkat
dari pemerintahan daerah atau wilayah administrasi, dengan masing – masing
daerah memiliki tanggung jawab yang semakin menurun/mengecil;
d.
Adanya dua jenis lembaga yang muncul karena dekonsentrasi dan
desentralisasi bersama – sama tanpa terjadi pertautan di setiap
tingkat.
-
Fused/Single
hierarchy model:
Pada fused/single hierarchy dalam berbagai level pemerintahan yang
tercipta selalu terjadi pertautan penggunaan asas (mekanisme) desentralisasi
dan dekonsentrasi;
-
Split model:
Pada split model,
terdapat jenjang pemerintahan yang memisahkan atau berdiri sendiri penerapan
baik atas (mekanisme) desentralisasi maupun dekonsentrasi.
Ultra Vires Doctrine:
-
Daerah Otonom hanya dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang diserahkan secara konkrit oleh Pemerintah berdasarkan hukum;
-
Daerah otonom tergolong intra
vires;
-
Melahirkan otonomi materiil;
-
General Competence atau Open End Arrangement atau Universal
Power:
-
Daerah Otonom dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
secara khusus tidak dilarang oleh undang – undang atau tidak termasuk
kompetensi pemerintah atau daerah lain;
-
Melahirkan otonomi formal;
Kewenangan dibagi dalam:
1. KEWENANGAN PANGKAL:
Kewenangan yang diberikan kepada daerah bersamaan ketika daerah
tersebut dibentuk (berdasarkan undang – undang pembentukan);
2. KEWENANGAN TAMBAHAN:
Kewenangan yang diberikan kepada daerah berdasarkan peraturan
perundang – undangan setelah daerah tersebut dibentuk, misalnya:
a.
Kewenangan di bidang kehutanan;
b.
Kewenangan di bidang pertambangaan;
c.
Kewenangan di bidang perizinan, dan lain – lain;
Wewenang tambahan
dibedakan antara:
a.
Secara formal, penyerahan wewenang tertentu dari pusat ke daaerah
tanpa menyebut daerah mana;
b. Secara riil, penyerahan wewenang tertentu dari pusat ke daerah dengan menyebut daerah mana.
APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH.