TAHAPAN SIDANG PERKARA PERDATA DI
PENGADILAN
Pihak selaku Penggugat (atau Para Penggugat) yang mengajukan gugatan ke Pengadilan pada prinsipnya harus mempunyai kepentingan agar gugatannya diterima oleh Pengadilan (Majelis Hakim). Gugatan harus diperhatikan secara cermat agar jangan sampai diajukan secara keliru berkaitan dengan yurisdiksi (kewenangan) untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara gugatan oleh Pengadilan Negeri. (District Court). Adapun rangkaian tahap – tahap penyelenggaraan prosedur dalam rangka penyelesaian sengketa (dispute) melalui persidangan di Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut:
1. TAHAP PENDAFTARAN DAN LEGALISASI SURAT SURAT
KUASA
-
Dalam
rangka melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan
Negeri maka para pihak asal/asli (principal) dapat
memberi Kuasa Khusus kepada ADVOKAT sebagai Penerima kuasa untuk mewakili
dan/atau mendampingi para pihak asal/asli (principal) di persidangan Pengadilan, sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 123 ayat (1) jo. Pasal 147 ayat (1) Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang berbunyi: “Jika
dikehendaki, para pihak dapat didampingi atau menunjuk seorang kuasa sebagai
wakilnya, untuk ini harus dierikan kuasa khusus untuk itu, kecuali jika si pemberi
kuasa hadir. Penggugat juga dapat memberi kuasa yang dicantumkan dalam surat
gugatan, atau dalam lisan dengan lisan, dalam hal demikian harus dicantumkan
dalam catatan yang dibuat surat gugat ini”. Ketentuan ketentuan
Pasal 123 ayat (1) jo. Pasal 147 ayat (1)
Het
Herzien Inlandsch Reglement (HIR)
tersebut kemudian ditegaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia (SEMA RI) Nomor 2/1959 Tanggal 19 Januari 1959.
-
Pada
asasnya, setiap orang seagai SUBYEK HUKUM dapat
bertindak sbagai pihak untuk berperkara di Pengadilan, akan tetapi terhadap
asas tersebut ada pengecualiannya yaitu orang yang tidak cakap untuk bertindak
sendiri dalam hukum (onbekwaamheid)
seperti anak dibawah umur, pemboros, orang gila (sakit ingatan) dan sebagainya
yang orang yang berada dibawah pengampuan (curatele),
maka haru diwakili oleh pihak lain.
-
Perlu
juga diketahui bahwa ketentuan Pemberian Kuasa umum diatur dalam Pasal 1792 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang
berbunyi: “Pemberian kuasa ialah suatu
persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang
menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
- Dalam konteks Praktek Peradilan Perdata, sehubungan dengan pemberian Kuasa Khusus untuk beracara di sidang Pengadilan, maka antara Peneima Kuasa dalam kapasitasnya sebagai wakil Pemberi Kuasa menimbulkan HUBUNGAN HUKUM yang memberikan legal standing sebagai wakil penuh (full power) yang memberi hak (rights) dan kewenangan (authority) semata – mata untuk membela kepentingan hukum Pemberi Kuasa (Principal).
-
Dalam
Praktek Peradilan penyelenggaraan/penerapan Hukum Acara Perdata maka ditentukan
normatif bahwa Surat Kuasa Khusus harus didaftarkan untuk dilegalisasi di
Bagian Hukum Pengadilan Negeri yang memeriksa obyek perkara yang menjadi
sengketa (the a quo case).
2. TAHAP PENDAFTARAN GUGATAN
-
Dalam
hal ini berlaku asas “Actor sequitor
forum rei” sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 118 ayat 1 Het
Herzien Inlandsch Reglement (HIR), yang berbunyi: “Gugatan harus
diajukan kepada Pengadilan Negeri yang mempunyai yurisdiksi meliputi domisili
hukum atau alamat atau tempat
tinggal Tergugat”. Khusus sengketa hukum
mengenai “Benda Tetap” atau “Tanah”
maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang mempunyai yurisdiksi
(kewenangan) yang termasuk letak keberadaan benda tetap atau tanah tersebut.
- Dalam menentukan kewenangan Pengadilan yang akan memeriksa, mengadili dan memutus perkara perdata, maka dapat dibedakan adanya kewenangan Pengadilan yang dikategorikan sebagai: 1) Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie) adalah kewenangan yang menyangkut pembagian kekuasaan Pengadilan (Kehakiman) yang berbeda ditinjau dari jenis – jenis Pengadilan (seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, Pengadilan Hubungan Industrial dan sebagainya), 2) Kewenangan Relatif (Relative Competentie) adalah kewenangan yang menyangkut atau mengatur pembagian kekuasaan memeriksa, mengadili dan memutus perkara antara Pengadilan yang jenisnya sama atau serupa (seperti Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Cibinong, Pengadilan Negeri Medan, dan sebagainya).
- Terhadap Penggugat yang mendaftarkan gugatannya melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang maka dikenakan biaya “Panjar Perkara” atau yang disebut dengan istilah “Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)” yang besarannya berbeda – beda antara perkara yang satu dengan perkara yang lain.
-
Sekarang
ini Pendaftaran Surat Gugatan dapat dilakukan secara online melalui website Pengadilan Negeri, atau Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang merupakan pelayanan secara terintegrasi dalam
satu kesatuan proses dimulai dari tahap awal sampai dengan tahap penyelesaian
produk pelayanan pengadilan melalui satu
pintu.
3. TAHAP PENETAPAN MAJELIS HAKIM OLEH KETUA
PENGADILAN NEGERI.
-
Setelah
Penggugat mendaftarkan Surat Gugatannya di Register Induk Kepaniteraan
Pengadilan Negeri, maka selanjutnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
dalam waktu 3 (tiga) hari kerja.
-
Ketua
Pengadilan dalam waktu 3 (tiga) hari kerja, harus sudah menunjuk Majelis
Hakim/Hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan.
-
Apabila
Ketua Pengadilan berhalangan sementara maka wewenang tersebut dilaksanakan oleh
Wakil Ketua atau didelegasikan kepada Hakim senior.
-
Penunjukkan
Majelis Hakim/Hakim dilaksanakan secara adil, dan tidak membeda – bedakan
Majelis Hakim/Hakim yang lain.
-
Ketua/Wakil
Ketua Pengadilan selalu menjadi Ketua Majelis, sedangkan untuk majelis lain
ditetapkan Hakim yang senior.
-
Susunan
Majelis Hakim ditetapkan secara tetap
untuk jangka waktu tertentu.
-
Ketua
dan Wakil Ketua Pengadilan selalu menjadi Ketua Majelis, sedangkan untuk
majelis yang lain, Ketua Majelis-nya Hakim Senior yang ada.
4. TAHAP PENENTUAN HARI/JADWAL SIDANG
Setelah dilakukan
penunjukan melalui Surat Penetapan, Majelis Hakim yang akan memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara, maka selanjutnya Majelis Hakim tersebut
menetapkan hari atau jadwal sidang dan memerintahkan kepada Jurusita Pengadilan
Negeri untuk menyampaikan RELAAS PANGGILAN SIDANG kepada pihak – pihak yang
berperkara.
5. TAHAP PEMANGGILAN
PARA PIHAK
-
Menurut
ketentuan Pasal 390 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) 1 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR)
maka yang berfungsi/bertugas melakukan pemanggilan para pihak yang bersengketa
adalah JURUSITA
PENGADILAN NEGERI. “Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di
bawah ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat
diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala
desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan
surat jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu
pernyataan menurut hukum” (ayat 1); jo. “warisnya tidak dikenal
maka disampaikan pada kepala desa di tempat tinggal yang terakhir dari orang
yang meninggal dunia itu di Indonesia, mereka berlaku menurut aturan yang
disebut pada ayat di atas ini. Jika orang yang meninggal dunia itu masuk
golongan orang Asing, maka surat jurusita itu diberitahukan dengan surat
tercatat pada Balai Harta Peninggalan” (ayat 2); jo “Tentang orang-orang yang
tidak diketahui tempat diam atau tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak
dikenal, maka surat jurusita itu disampaikan pada Bupati, yang dalam daerahnya
terletak tempat tinggal penggugat dan dalam perkara pidana, yang dalam
daerahnya hakim yang berhak berkedudukan. Bupati itu memaklumkan surat jurusita
itu dengan menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang
berhak” (ayat 3).
6. TAHAP UPAYA MEDIASI
-
Lembaga
Mediasi dimaksudkan untuk memberi peluang atau kemungkinan kepada para pihak
yang bersengketa agar menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi secara
damai (dading).
- Terminologi mediasi berasal dari bahasa latin “mediare“ yang berarti “berada di tengah”. Dalam konteks mediasi maka peran MEDIATOR selaku pihak ketiga, menjalankan posisi dan fungsinya menengahi sengketa antara para pihak. “berada di tengah” secara netral, independen dan professional untuk menyelasikan masalah dengan konsep “win – win solution”.
- Upaya Mediasi di dalam Pengadilan (court annexed mediation) mulai berlaku di Indonesia sejak diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA RI) No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini bertujuan menyempurnakan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA RI) No 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama dalam Menerapkan Lembaga Damai sebagaimana diatur dalam pasal 130 Herziene Inlandsch Reglemen (HIR) dan pasal 154 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg). Ketentuan Pasal 130 HIR dan 154 RBg secara eksplisit mengatur tentang lembaga perdamaian dan mewajibkan hakim untuk terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa.
- Sidang mediasi dipimpin oleh HAKIM TUNGGAL yang ditunjuk oleh Majelis Hakim atau berdasarkan pilihan melalui kesepakatan para pihak yang bersengketa (Penggugat dan Tergugat).
-
Apabila
tidak tercapai kesepakatan antara para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi secara damai (dading) melalui musyawarah mufakat, maka baru kemudian
dilakukan pemeriksaan pokok perkara yang disengketakan oleh Majelis Hakim yang
telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri.
7. TAHAP PEMERIKSAAN POKOK PERKARA, dengan proses yang
meliputi:
a.
Pembacaan
Surat Gugatan.
b.
Jawaban
dari Tergugat.
c.
Replik
dari Penggugat.
d.
Duplik
dari Tergugat.
e.
Pembuktian.
f.
Kesimpulan
g.
Pembacaan
Putusan Pengadilan oleh Majelis Hakim
Lecturer (Dosen), Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002