STRATEGI DAN PENDEKATAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI
Miningkat dan semakin
maraknya kasus tindak korupsi yang terjadi
di berbagai bidang, menuntut kita untuk mencari upaya pemberantasannya. Secara
umum, ada 3 (tiga) bentuk tindakan,
yakni upaya preventif, detektif, dan represif. Berikut penjelasannya
masing-masing.
1. Upaya Preventif
Strategi preventif adalah usaha pencegahan
korupsi yang diarahkan untuk menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab
atau peluang terjadinya korupsi
Upaya preventif dilakukan dengan cara:
Ø Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit
peluang korupsi.
Ø Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah
korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggaraan Negara (KPKPN).
Ø Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan terbuka.
Ø Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga
independen masyarakart untuk memantau kinerja para
penyelenggara negara.
Ø Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi secara nasional.
2. Upaya Detektif
Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi terjadinya kasus-kasus korupsi dengan cepat,
tepat dan murah sehingga dapat ditindaklanjuti.
Upaya detektif dilakukan dengan cara:
Ø Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan
masyarakat.
Ø Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan
tertentu.
Ø Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi
publik.
Ø Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di
masyarakat internasional
Ø Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah (APFP) atau Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam mendeteksi tindak
pidana korupsi.
3. Upaya Represif
Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar
setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat,
tepat dengan biaya murah sehingga kepada para pelakunya dapat segera diberikan
sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya represif dapat dilakukan dengan cara:
Ø Pembentukan Badan atau Komisi Anti Korupsi (pada
tahun 2003 pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat
KPK).
Ø Penyidikan, penuntutan, peradilan dan
penghukuman koruptor besar.
Ø Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok
korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas.
Ø Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan
perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus.
Ø Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan
tindak pidana korupsi secara terpadu.
Ø Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi
beserta analisisnya.
Selain upaya yang disebutkan diatas, perlu dijelaskan dari
penedekatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka ada 3 (tiga) pendekatan pemberantasan korupsi yang
merupakan core bussiness KPK
dalam pemberantasan korupsi dan dilaksanakan secara holistik, integral
sistemik, sustainable, yaitu:
Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat yang menyasar pada 3 sasaran,
antara lain:
1.
Jejaring pendidikan
formal dan informal mulai dari TK, SD, hingga perguruan tinggi;
2.
Penyelenggara negara dan
partai politik;
3.
Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/BUMD dan swasta.
Pendekatan ini akan mempengaruhi mindset dan culture-set
segenap elemen dan anak bangsa dari perilaku koruptif, sehingga tidak berpikir
apalagi berkeinginan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Yang kedua adalah pendekatan pencegahan. Sasarannya untuk menghilangkan
peluang dan kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi dengan merasuk pada perbaikan,
penyempurnaan, dan penguatan sistem. Prinsip tujuan pencegahan adalah
menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara pembangunan dan
perbaikan sistem.
Sesuai dengan teori yang saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul dan tidak terlepas dari sebagai penyebab (by system corruption, corruption because of fail, bad and weak system).
Ini yang sering saya sebut sebagai korupsi karena sistem (by system corruption). Untuk itu banyak hal dan bidang yang perlu dibenahi (sistem ekonomi, sistem tata niaga, sistem pelayanan publik, sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perizinan, sistem rekrutmen, sistem import-export) termasuk juga sistem politik dan sistem pilkada langsung perlu menjadi pemikiran kita semua. KPK sudah melakukan kajian terkait politik berintegritas termasuk pelaksanaan pilkada langsung.Keberadaan litbang menjadi penting untuk meneliti dan mengkaji malfunction dari sistem tersebut, sekaligus memberikan alternatif solusi berupa output yang mengarah pada perbaikan, penguatan dan koreksi sistem yang ada, atau pembangunan sistem yang baru.
Korupsi dan perilaku koruptif adalah penyakit yang bisa menjangkiti siapa pun, pencegahan sejak dini dan perbaikan/perkuatan sistem merupakan obat ampuh untuk mematikan penyakit tersebut, sehingga triliunan rupiah anggaran negara untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, penanganan bencana seperti pandemi COVID-19, dan lain sebagainya, dapat diselamatkan dan dinikmati sepenuhnya oleh rakyat Indonesia.
Saya ingatkan, upaya pendekatan pencegahan itu sebelum kejahatan korupsi terjadi, jika sudah terjadi, tindakan hukum yang sangat tegas akan digunakan KPK kepada siapa pun yang melakukan kejahatan tersebut.
Dan yang ketiga, adalah pendekatan penindakan, di mana penegakan hukum yang tegas dan efektif, dapat menimbulkan kesadaran untuk taat, patuh pada hukum, bukan hanya sekadar membuat rasa takut akan sanksi yang berat.
Jika hanya sekadar menimbulkan rasa takut, maka para koruptor lainnya akan melakukan inovasi dan berkreasi untuk menemukan cara-cara modus operandi baru, agar tidak terungkap dan tertangkap.
Law enforcement yang
dilakukan profesional, akuntabel, berkeadilan, kepastian hukum dan menjunjung
tinggi HAM di dalam pendekatan penindakan (law enforcement approach), Insya
Allah akan menyadarkan kita semua, seluruh anak bangsa untuk tidak berpikir,
coba-coba apalagi berani mengikuti jejak para koruptor di negeri ini.