SEKILAS MENGENAI
KONSEP NEGARA HUKUM
Negara Hukum
dikenal dengan terminologi rechtsstaat
atau the rule of law, namun demikian keduan
konsep tersebut berasal dari 2 (dua)
aliran yang berbeda. Dogma rechtsstaat pada hakekatnya berorientasi pada sistem hukum Eropa Kontinental atau
Civil Law, yang dikembangkan oleh para
ahli hukum seperti Immanuel Kant
dan Friederich Julius Stahl. Ide mengenai rechtsstaat mulai populer pada abad ke
XVII sebagai akibat dari situasi politik Eropa yang didominasi oleh absolutisme Raja dalam menjalankan
kekuasaannya.
Dogma the rule of law berorientasi pada sistem hukum anglo saxon atau common
law system, yang mulai dikenal setelah
Albert Venn Dicey pada tahun 1885 menerbitkan bukunya "Introduction
to Study of the Law of the Constitution". Secara konseptual, Negara hukum berlandaskan pada keyakinan bahwa kekuasaan
negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Prinsip dasar dari
negara hukum mencakup 2 (dua), yaitu: 1) hubungan antara yang memerintah dan
yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan melainkan berdasarkan suatu norma
obyektif, yang juga mengikat pihak yang memerintah; dan 2) norma
obyektif tersebut harus memenuhi syarat tidak hanya secara formal, melainkan dapat
dipertahankan berhadapan dengan idea hukum.
Penyelenggaraan tugas pemerintahan
atau kekuasaan negara dalam konteks negara hukum harus melalui pendekatan hak
asasi manusia (human rights approach).
Rights based approach merupakan fokus pendekatan administratur atau aparatur
negara, yang meliputi:
1. Perlindungan hak - hak asasi
(protection of fundamental rights);
2. Asas - asas pemerintahan yang baik
(principles of good administration), antara lain: legality, procedural
propriety, participation, openness, reasonableness, relevancy, propriety of
purpose, legal certainty and proportionality. (Peter Leyland and Terry Woods,
Administrative Law Facing the Future: Old Constraints and new horizon,p.8).[1]
ECS WADE & G. PHILIPS,
sebagaimana dikutip Hadjon (1987:79) mengetengahkan 3 (tiga) unsur pokok RULE OF LAW, yaitu:
1. Rule of Law
merupakan konsep filosofis yang dalam tradisi barat berkaitan dengan
demokrasi dan menentang otokrasi;
2. Rule of Law merupakan
hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum;
3. Rule of Law
merupakan kerangka pikir politik yang harus dirinci lebih jauh dalam peraturan
- peraturan hukum substantif maupun hukum acara.[2]
HEPPLE mengatakan bahwa ciri -
ciri Rule of Law modern, adalah:
1. Universality (universalitas);
2. Openness (keterbukaan);
3. Equality (persamaan);
4. Accountability (pertanggungjawaban);
5. Clarity (kejelasan);
6. Rationality (rasionalitas);
Menurut SUNARYATI HARTONO, inti konsep
Rule of Law yakni ia harus menjamin apa yang oleh masyarakat dipandang sebagai
keadilan, khususnya KEADILAN SOSIAL.
Komparasi konsep "rechtsstaat" dengan konsep "rule of law", maka akan tampak adanya perbedaan dan persamaan.
Perbedaannya adalah bahwa kedua konsep itu ditopang oleh sistem hukum yang
berbeda, dimana karakteristik konsep "rechtsstaat" adalah
administratif dan karakteristik konsep "rule
of law" adalah judicial,
pembatasan kekuasaan melalui dokumen konstitusi seperti HABEAS CORPUS ACT
antara lain mengatur tentang peradilan yang adil dan tidak sewenang - wenang.
Sedangkan persamaan kedua konsep tersebut adalah sama - sama menekankan pada
perlindungan Hak Asasi Manusia (protection
of fundamental human rights).
[1]
Philipus M. Hadjon, Paulus Effendie Lotulung, dkk., Hukum Administrasi dan Good
Governance, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, Cetakan Kedua,
Tahun 2012, hlm. 8.
[2]
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, Cetakan Ke - 2, Tahun 2012, hlm. 25.
Dr. (Cand) APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH.