Tampilkan postingan dengan label PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PRAKTEK PERDATA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PRAKTEK PERDATA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 April 2022

PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PRAKTEK PERDATA

 



PROSEDUR PEMERIKSAAN PERKARA
DALAM  PRAKTEK  PERDATA

 

1.    Sidang dinyatakan DIBUKA  dan TERBUKA  untuk umum,  kecuali persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum (Sidang Tertutup  untuk umum diterapkan  untuk perkara – perkara atau kasus – kasus  dalam ranah/domein  Hukum Keluarga misalnya perceraian, pidana anak, kasus kesusilaan dan beberapa kasus tertentu yang menurut prosedurnya dilakukan secara tertutup. Sebagai catatan dapat ditegaskan bahwa apabila Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo mengabaikan syarat “Sidang Dibuka dan Terbuka untuk Umum” maka menimbulkan implikasi yuridis yaitu putusan dalam perkara tersebut adalah batal putusan demi hukum.atau null and void.

2.    Para pihak yang berperkara/pihak yang bersengketa, yang terdiri dari   “Penggugat dan Tergugat” atau “Para Penggugat dan Para Tergugat”  diperintahkan memasuki ruang sidang, pada hari sidang yang telah ditetapkan sesuai dengan “Relaas Panggilan Sidang”.

3.    Majelis Hakim melakukan pemeriksaan identitas Para Pihak, apakah yang hadir di persidangan adalah Pihak Prinsipal atau Pihak Formil atau Kuasa Hukum. Dalam hal yang hadir adalah Pihak Formil dari suatu perseroan/perusahaan atau instansi Pemerintah   maka yang diperiksa adalah identitasnya dan Surat Tugasnya. Begitu pula, apabila yang hadir adalah Kuasa Hukum (Advocate ~ Advokat atau Lawyer ~ Pengacara) maka secara teknis prosedural dilakukan pemeriksaan Surat Kuasa Khusus, Surat atau Kartu  Ijin Praktek sering pula disebut Kartu Tanda Anggota (KTA) ~ Advocate Licence/Advocate Permission,  termasuk  organisasi Advokat atau Pengacara yang bersangkutan. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, yang berbunyi: Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”.

Selanjutnya ketentuan Pasal 3 1 Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, menentukan:

(1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1.    warga negara Republik Indonesia;

2.    bertempat tinggal di Indonesia;

3.    tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

4.    berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

5.    berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);

6.    lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

7.    magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;

8.    tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

9.    berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

4.    Apabila Kedua Belah Pihak/Para Pihak atau pihak – pihak yang bersengketa lengkap hadir semuanya   maka Majelis Hakim memberi kesempatan kepada pihak – pihak yang bersengketa/berperkara  untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang telah diajukan ke persidangan, melalui musyawarah kekeluargaan untuk mencapai permufakatan secara damai (dading) melalui upaya jalur mediasi (mediation, bemiddeling).

5.    Majelis Hakim menawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN atau dari luar (sesuai PERMA RI No.1 Tahun 2008);

6.    Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya;

7.    Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN Yang Maha Esa;

8.    Apabila tidak ada perubahan acara, selanjutnya jawaban dari tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);

9.    Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;

10. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;

11. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst);

12. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi);

13. Pembuktian

14. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;

15. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi;

16. Apabila diperlukan, Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (tempat objek sengketa);

17. Kesimpulan dari masing-masing pihak;

18. Musyawarah oleh Majelis Hakim;

19. Pembacaan Putusan Majelis Hakim;

20. Isi putusan Majelis Hakim dapat berupa Gugatan dikabulkan (seluruhnya atau sebagian); Gugatan ditolak, atau Gugatan tidak dapat diterima;

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

  TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN   Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingka...