POLITIK
HUKUM PEMIDANAAN
DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
Konsep “PIDANA”
(punishment, straf) dalam hukum pidana tidak memiliki arti yang
konvensional, akan tetapi memiliki pengertian khusus yang tidak sama dengan
hukuman pada lapangan/bidang hukum lain diluar hukum pidana. Disamping
istilah “pidana”, dikenal pula “pemidanaan”, atau yang diartikan
sebagai “pengenaan pidana” atau “pemberian pidana” atau “penjatuhan
pidana”. Pemidanaan lebih berkonotasi pada proses penjatuhan pidana dan proses
menjalankan pidana, sehingga ada dalam ruang lingkup hukum panitentair.
Konsep
“pidana” dan “pemidanaan” sangat penting dikaji secara
komprehensif, oleh karena selain memiliki makna sentral sebagai
bagian integral dari substansi hukum pidana, sekaligus memberi gambaran luas
tentang karakteristik Hukum Pidana. Sudarto menyatakan: “Yang dimaksud dengan
pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu”.
Menurut pandangan
HART tentang pidana (punishment) yaitu meliputi, (1) Pidana harus mengandung
penderitaan atau konsekuensi normal yang tidak menyenangkan, (2) Pidana itu
haruslah ditujukan kepada suatu pelanggaran aturan hukum, (3) Pidana harus
dikenakan untuk membuktikan kepada pelanggar tentang delik yang dilakukannya,
dan (4) Pidana itu harus dikenakan oleh badan/lembaga yang berwenang dalam
suatu system hukum, disebabkan adanya suatu perbuatan kriminal (delik).
Tidak semua
“pengenaan derita” dan “keadaan tidak menyenangkan” sama dengan pidana. Sebagai
contoh “pemberian electricity shock”, atau “dokter gigi yang mencabut gigi
pasien” tidak dapat dianggap sebagai pidana, oleh karena perbuatan tersebut
meskipun dimaksudkan mengenakan derita dan perasaan tidak
menyenangkan tetapi bukan bersifat hukuman atau pencelaan. Agar suatu perbuatan
dapat dikatakan sebagai “tindak pidana”, yaitu apabila ada pernyataan
pencelaan terhadap pelaku atau pembuat delik (tindak
pidana) tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roeslan Saleh bahwa
“Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja
ditimpakan negara pada pembuat delik”.
Secara umum dapat
dikatakan bahwa “Hukum Pidana” adalah keseluruhan dari peraturan
– peraturan yang menentukan “perbuatan yang dilarang” dan “perbuatan
yang harus dilakukan” yang memenuhi rumusan suatu delik dalam undang
- undang, serta menentukan hukuman atau sanksi terhadap orang atau pihak yang
mengabaikannya.
Sistem pemidanaan (sentencing
system) dari aspek substantif merupakan keseluruhan
peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan
pidana dan pemidanaan. L.H.C Hulsman mengemukakan makna sistem pemidanaan
dengan “The sentencing system is the statutory rules relating to penal
sanction and punishment. Berpedoman pada makna demikian maka
sistem pemidanaan adalah sangat terkait dengan ketentuan pidana, karenanya
“pemidanaan” merupakan suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana
oleh hakim/pengadilan, sehingga hal tersebut mencakup keseluruhan ketentuan
perundang -undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana ditegakkan atau
dioperasionalisasikan secara konkret dalam hal seseorang dijatuhi sanksi
(hukum) pidana.
Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002