PENAFSIRAN
UNDANG – UNDANG
DALAM
PRAKTEK PERADILAN PERDATA
Cara – cara penafsiran
undang – undang (wetinterpretatie) dalam praktek peradilan perdata dapat dilakukan, sebagai berikut:
-
Penafsiran Gramatikal, yaitu penjelasan undang – undang menurut susunan kata –
katanya;
-
Penafsiran Sistematikal, yakni menafsirkan undang – undang atau pasal – pasalnya dalam
hubungan keseluruhan, antara pasal undang – undang yang satu dengan yang
lainnya;
-
Penafsiran Historikal, yang mencakup:
1.
Penafsiran dengan melihat perkembangan terjadinya undang – undang,
melihat bahan – bahan perundingan – perundingan/parlementer dan sebagainya
(wetshistorisch);
2.
Penafsiran dengan melihat lembaga – lembaga hukum yang diatur
dalam undang – undang (rechtshistorisch);
o
Penafsiran Teleologikal, yang menjelaskan undang – undang dengan menyelidiki maksud
pembuatannya akan tujuan dibuatnya undang – undang itu;
o
Penafsiran Ekstensif, yakni menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah atau
pengertian dalam (pasal) undang – undang;
o
Penafsiran Restriktif, yaitu cara penafsiran yang mempersempit arti suatu istilah atau
pengertian dalam (pasal) undang – undang;
Disamping penafsiran –
penafsiran tersebut, dikenal cara mempergunakan (pasal) undang – undang melalui
komposisi atau konstruksi yang terdiri dari:
a.
Analogi atau perluasan berlakunya kaedah undang – undang;
b.
Penghalusan hukum atau pengkhususan berlakunya kaedah undang –
undang;
c.
Penggunaan “a contrario”, yaitu memastikan sesuatu yang tidak
disebut oleh (pasal) undang – undang secara kebalikan;
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002