KEJAHATAN ATAU TINDAK PIDANA PERBANKAN
Kejahatan dan pelanggaran merupakan tindakan atau kegiatan
yang bertentangan dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku dan dapat
diancam pidana atau dijatuhi hukuman/sanksi pidana, sedangkan pengertian
perbankan itu sendiri menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai
perbankan syariah.
Dengan demikian, kejahatan dan pelanggaran dalam perbankan atau
Tindak Pidana Perbankan adalah seluruh tindakan atau kegiatan yang bertentangan
dengan undang-undang perbankan meliputi kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses melaksanakan kegiatan usahanya baik secara konvensional dan syariah
yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum.
Merujuk dari beberapa refrensi, dapat disimpulkan bahwa tindak
pidana perbankan meliputi sebagai berikut: :
1.
Tindak pidana berkaitan dengan
perizinan.
2.
Tindak
pidana berkaitan dengan rahasia bank.
3.
Tindak pidana berkaitan dengan
pengawasan bank.
4.
Tindak pidana berkaitan dengan
kegiatan usaha bank.
5.
Tindak pidana berkaitan dengan pihak
terafiliasi.
6.
Tindak pidana berkaitan dengan
pemegang saham.
7.
Tindak pidana berkaitan dengan
ketaatan terhadap ketentuan.
Tindak pidana perbankan ini merupakan kategori tindak pidana
khusus, maksudnya adalah tindak pidana ini diatur dengan peraturan
perundang-undangan tersendiri secara lebih jelas dan terinci yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Sehingga dalam tindak pidana perbankan ini berlaku azas
hukum “lex specialis derogat lex generali” maksudnya
adalah bahwa ketentuan hukum/peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus
mengesampingkan ketentuan hukum/peraturan perundang-undangan yang
bersifat umum.
Dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1998 ter, terdapat sejumlah norma hukum, yang berfungsi sebagai dasar dalam membuat, mengatur dan menetapkan kabijakan dan ketentuan hukum perbankan, yang akan dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan perbankan dan menjadi kewajiban setiap pelaku bisnis perbankan untuk menaati norma hukum perbankan yang terdapat dalam Undang - Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No.10 Tahun 1998. Norma hukum itu dimaksudkan untuk memeberikan landasan prevensi bagi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga kepentingan masyarakat maupun kelangsungan hidup bisnis perbankan nasional dapat terlindungi. Disamping itu, untuk mendidik dan sekaligus meningkatkan ketaatan pelaku bisnis perbankan nasional, maka dikembangkan pula sistem self regulation dan moral suasion.
Norma hukum perbankan nasional ini cenderung menonjolkan sifat administrative, ketimbang mengatur hubungan keperdataan antara bank dan nasabahnya. Oleh karena itu hukum norma perbankan nasional lebih tepat jika dikualifikasikan sebagai norma hukum fungsional, yang tidak dapat lagi dikulifikasikan sebgai norma hukum privat atau norma hukum publik. Ciri norma hukum fungsional tersebut, meniadakan pembedaan antara norma hukum privat dan norma hukum public. Dimana kedua norma hukum ini saling bertaut atau bersinggungan. Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi pergeseran hukum privat menjadi hukum publik.
Berdasarkan pengertian diatas, unsur – unsur yang terkandung di dalam hukum perbankan adalah:
1. Serangkaian ketentuan hukum positif ( perbankan) adanya ketentuan perbankan dengan dikeluarkannya pelbagi peraturan perundang-undangan, baik berupa Undang-Undang peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Bank Indonesia, keputusan direksi dan surat edaran Bank Indonesia dan peraturan pelaksana lainnya. Semua peraturan perundang-undangan di bidang perbankan tersebut terangkai sebagai suatu system dengan diikat oleh asas hukum tertentu.
2. Hukum positif (perbankan) tersebut bersumber ketentuan tertulis dan tidak tertulis. Ketentuan yang terulis adalah ketetnuan yang dibentuk badan pembentukan hukum dan perundang-undangan yang berwenang, baik berupa peraturan original (asli) maupun peraturan derivative (turunan) sedangkan ketentuan yang tidak tertulis adalah ketentuan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan operasional perbankan.
3. Ketentuan hukum perbankan tadi mengatur ketatalaksanaan kelembagaab bank. Didalamnya diatur mengenai persyaratan pendirian bank, yang mencakup perizinan, bentuk hukum, kepengurusan dan kepemilikan bank. Juga mengatur bangun organisasi yang menunjang kegiatan usaha perbankan. Dimuat pula ketentuan pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia dan kerahasiaan bank.
4. Ketentuan
hukum perbankan tadi juga mengatur aspek-aspek kegiatan keusahaannya. Secara
umum, fungsi bank adalah sebagai penghimpun dana masyarakat. Penghimpunan dana
masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk simpanan. Kemudian dana dihimpun
tersebut disalurkan kembali dalam bentuk pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dan keusahaan bank lainnya. Selain itu bank
melakukan keusahaan pemberian jasa-jasa perbankan yang tidak termasuk dalam
fungsi utamanya. Bahkan menurut undan-undang perbankan yang diubah, bank dapat
pula melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank, sepanjang kegiatan
itu tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.