Tampilkan postingan dengan label HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 April 2022

HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL

 



 

 

HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL

 

Asas universalitas hukum pidana berkaitan dengan efektivitas keberlakuan HUKUM INTERNASIONAL, yang didasarkan  pada KONVENSI INTERNASIONAL, dimana terhadap suatu macam delik diancam dengan pidana maka yang diberlakukan adalah  hukum pidana negara peserta konvensi tersebut. Dengan pengertian lain, yang diberlakukan terhadap tindak pidana tersebut adalah  hukum pidana negara peserta konvensi atau dapat pula hukum pidana nasional atau IUS CONSTITUTUM negara yang bersangkutan. Dengan demikian,  hukum pidana supranasional  pada hakekatnya ditentukan dalam hukum bangsa – bangsa yang terdiri dari perjanjian – perjanjian tertutup antar negara dan juga kesepakatan – kesepakatan tidak tertutup berupa  kebiasaan – kebiasaan dan asas – asas hukum yang bersifat universal. Sumber formil konsepsi pranata hukum pidana supranasional didasarkan pada  niveau  (level urgensi) negara masing – masing peserta konvensi. Penerapan pranata Hukum Pidana Supranasional berkaitan dengan kepentingan besar dari tiap – tiap negara dan kewenangan dari negara bersangkutan. Dapat dikemukakan sebagai contoh, misalnya, tentang kejahatan penerbangan yang diterapkan dalam Konvensi Tokyo, The Hague Convention  dan Montreal Convention, kemudian diinkorporasikan ke dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana  (KUHP) dan kejahatan tersebut diadili oleh hakim – hakim nasional, paradigma seperti demikian disebut sebagai metode tidak langsung (indirect enforcement model).

 

Variabel  yang paling penting dan menentukan berfungsinya hukum pidana supranasional, ialah diterimanya sejumlah peraturan – peraturan supranasional oleh negara – negara berupa delik – delik yang mempunyai sifat internasional, ditetapkan sebagai perbuatan yang  “DAPAT DIPIDANA”  berdasarkan ketentuan umum yang seragam, dipidana oleh Hakim yang supranasional.

 

 

Copy Right: Appe Hamonangan Hutauruk

Rabu, 13 April 2022

HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL

 


 

 

HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL

 

Asas universalitas hukum pidana berkaitan dengan efektivitas keberlakuan HUKUM INTERNASIONAL, yang didasarkan  pada KONVENSI INTERNASIONAL, dimana terhadap suatu macam delik diancam dengan pidana maka yang diberlakukan adalah  hukum pidana negara peserta konvensi tersebut. Dengan pengertian lain, yang diberlakukan terhadap tindak pidana tersebut adalah  hukum pidana negara peserta konvensi atau dapat pula hukum pidana nasional atau IUS CONSTITUTUM negara yang bersangkutan. Dengan demikian,  hukum pidana supranasional  pada hakekatnya ditentukan dalam hukum bangsa – bangsa yang terdiri dari perjanjian – perjanjian tertutup antar negara dan juga kesepakatan – kesepakatan tidak tertutup berupa  kebiasaan – kebiasaan dan asas – asas hukum yang bersifat universal. Sumber formil konsepsi pranata hukum pidana supranasional didasarkan pada  niveau  (level urgensi) negara masing – masing peserta konvensi. Penerapan pranata Hukum Pidana Supranasional berkaitan dengan kepentingan besar dari tiap – tiap negara dan kewenangan dari negara bersangkutan. Dapat dikemukakan sebagai contoh, misalnya, tentang kejahatan penerbangan yang diterapkan dalam Konvensi Tokyo, The Hague Convention  dan Montreal Convention, kemudian diinkorporasikan ke dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana  (KUHP) dan kejahatan tersebut diadili oleh hakim – hakim nasional, paradigma seperti demikian disebut sebagai metode tidak langsung (indirect enforcement model).

 

Variabel  yang paling penting dan menentukan berfungsinya hukum pidana supranasional, ialah diterimanya sejumlah peraturan – peraturan supranasional oleh negara – negara berupa delik – delik yang mempunyai sifat internasional, ditetapkan sebagai perbuatan yang  “DAPAT DIPIDANA”  berdasarkan ketentuan umum yang seragam, dipidana oleh Hakim yang supranasional. 


Copy Right: Appe Hamonangan Hutauruk



UNIVERSITAS MPU TANTULAR


Minggu, 08 Maret 2020

HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL




HUKUM PIDANA SUPRANASIONAL

Asas universalitas hukum pidana berkaitan dengan efektivitas keberlakuan HUKUM INTERNASIONAL, yang didasarkan  pada KONVENSI INTERNASIONAL, dimana terhadap suatu macam delik diancam dengan pidana maka yang diberlakukan adalah  hukum pidana negara peserta konvensi tersebut. Dengan pengertian lain, yang diberlakukan terhadap tindak pidana tersebut adalah  hukum pidana negara peserta konvensi atau dapat pula hukum pidana nasional atau IUS CONSTITUTUM negara yang bersangkutan. Dengan demikian,  hukum pidana supranasional  pada hakekatnya ditentukan dalam hukum bangsa – bangsa yang terdiri dari perjanjian – perjanjian tertutup antar negara dan juga kesepakatan – kesepakatan tidak tertutup berupa  kebiasaan – kebiasaan dan asas – asas hukum yang bersifat universal. Sumber formil konsepsi pranata hukum pidana supranasional didasarkan pada  niveau  (level urgensi) negara masing – masing peserta konvensi. Penerapan pranata Hukum Pidana Supranasional berkaitan dengan kepentingan besar dari tiap – tiap negara dan kewenangan dari negara bersangkutan. Dapat dikemukakan sebagai contoh, misalnya, tentang kejahatan penerbangan yang diterapkan dalam Konvensi Tokyo, The Hague Convention  dan Montreal Convention, kemudian diinkorporasikan ke dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana  (KUHP) dan kejahatan tersebut diadili oleh hakim – hakim nasional, paradigma seperti demikian disebut sebagai metode tidak langsung (indirect enforcement model).

Variabel  yang paling penting dan menentukan berfungsinya hukum pidana supranasional, ialah diterimanya sejumlah peraturan – peraturan supranasional oleh negara – negara berupa delik – delik yang mempunyai sifat internasional, ditetapkan sebagai perbuatan yang  “DAPAT DIPIDANA”  berdasarkan ketentuan umum yang seragam, dipidana oleh Hakim yang supranasional.


Copy Right: Appe Hamonangan Hutauruk

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

  TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN   Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingka...