HUKUM PIDANA DAN
KRIMINOLOGI
Selain displin ilmu Hukum
Pidana, terdapat pula ilmu tentang kejahatannya sendiri yang
dinamakan KRIMINOLOGI. Secara prinsip Obyek dan Tujuan kedua
disiplin ilmu tersebut adalah berbeda. Obyek ilmu hukum pidana adalah "aturan
– aturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang berhubungan dengan
pidana", dengan tujuan "agar dapat pahami
dan dipergunakan secara baik dan adil untuk mewujudkan keajegan dan ketertiban
dalam masyarakat". Disisi lain, obyek kriminologi adalah "orang
atau manusia selaku subyek hukum yang melakukan kejahatan (disebut
Penjahat atau Pelaku Kejahatan atau Pelaku Tindak Pidana)".
Tujuan Kriminologi adalah "mencari dasar dan alasan
kemungkinan sebab – sebab seseorang (subyek hukum) melakukan
kejahatan atau tindak pidana". Penyebab orang atau manusia
melakukan kejahatan atau tindak pidana sangat berhubungan dengan: "Apakah
memang karena bakatnya adalah jahat", atau "adanya
pengaruh/dorongan keadaan masyarakat di sekitarnya (milieu) baik keadaan
sosiologis maupun ekonomis", atau kemungkinan ada sebab –
sebab yang. Apabila sebab – sebab terjadinya suatu kejahatan
atau tindak pidana tersebut telah diketahui, maka selain pemidanaan, dapat
juga diadakan upaya preventif berupa tindakan – tindakan yang tepat
dan efektif agar orang atau masyarakat tidak lagi melakukan kejahatan
atau tindak pidana yang demikian.
Kriminologi biasanya dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:1) Criminal biology, adalah ilmu
yang menyelidiki keadaan dalam diri orang itu sendiri akan sebab – sebab dari
perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohaninya; 2) Criminal
sosiology, adalah ilmu yang mencari dan menyelidiki sebab
– sebab dalam lingkungan masyarakat dimana penjahat itu berada (dalam
milieunya); 3) Criminal policy,
adalah ilmu yang mempelajari tindakan – tindakan apa yang
sepatutnya harus dilakukan agar orang lain tidak melakukan
kejahatan atau tindak pidana.
Berkaitan dengan Hukum Pidana dan Kriminologi
maka terdapat DOKTRIN yang menyatakan bahwa
apabila perkembangan ilmu Kriminologi sudah sempurna, maka tidak
diperbolehkan lagi adanya pidana. Dasar alasan pendapat yang demikian yaitu "meskipun
sejak berabad – abad yang lalu dilakukan tindakan berupa menjatuhi
pidana pada orang yang berbuat kejahatan, namun kejahatan masih tetap tetap
dilakukan. Kenyataan tersebut menandakan bahwa ternyata pidana
tidak mampu untuk mencegah adanya kejahatan atau tindak pidana, shingga pidana
dianggap bukan merupakan obat bagi penjahat atau pelaku tindak pidana".
Doktrin yang mengatakan bahwa "suatu
saat tidak diperlukan lagi pidana", menurut Prof.
Moeljatno, SH. agak terlalu simplistis. Sebab kiranya,
pandangan bahwa pidana adalah semata – mata sebagai pembalasan kejahatan yang
dilakukan, sekarang sudah ditinggalkan, dan telah diinsyafi bahwa senyatanya
adalah lebih kompleks. Kalau sekarang sifatnya pembalasan masih ada, maka itu
adalah hanya suatu faset, suatu segi yang kecil. Faset – faset yang lain dan
lebih penting menurut Prof. Moeljatno, SH. umpamanya adalah menentramkan
kembali masyarakat yang telah digoncangkan dengan adanya perbuatan pidana
disatu pihak, dan dilain pihak mendidik kembali orang yang melakukan perbuatan
pidana tadi agar supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Berdasarkan deskripsi diatas, maka paradigma
terhadap pengertian "pidana" seharusnya
lebih moderate. Pengenaan/penjatuhan pidana tidak lagi
sebagai penderitaan fisik dan perendahan martabat manusia dalam bntuk
pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan, tetapi mencakup seluruh sarana
dan prasarana yang dipandang layak dan patut diterapkan dalam suatu
masyarakat yang tertentu. Dalam konteks ini dapat dikomparasi sebagai
contoh ketentuan yang termaktub dalam Pasal 21 Fundamentals of
Criminal Legislation for the USSR an the Union Republica, 1958, dimana
ditentukan bahwa terdapat/ada 7 macam pidana, yaitu: 1) deprivation of liberty;
2) transportation;3) exile;4) corrective labour without deprivation of liberty;
5) deprivation of the right to occupy a certain post or engaged in certain
activity; 6) fines; 7) social censure.
Pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa Ilmu Hukum
Pidana dan Kriminologi, merupakan pasangan antara 2 (dua) jenis disiplin ilmu
yang saling melengkapi dan bersifat dwitunggal.
Oleh karena disiplin ilmu yang satu saling bertautan dengan disiplin ilmu yang
lain. Disiplin Ilmu Hukum Pidana dan Kriminologi di Jerman
disebut Die gesammte Strafrechtswissenschaft, dan di
negara - negara Anglo Saxon dinamakan Criminal science.
Writer/Copy
Right:
Dr. (Cand.)Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer,
Advocate and Legal Consultant