Tampilkan postingan dengan label GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 April 2022

GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

 



GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

  

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia, ‘Gugatan’ adalah, segala tuntutan hak yang mengandung sengketa. Kalau kita telaah secara sederhana, gugatan itu berisi mengenai tuntutan hak dari pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan perlindungan hukum karena dirinya mengalami atau menderita kerugian akibat perbuatan pihak lain.

 

Berpadanan dengan konsepsi tersebut,  Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Yahya mengintrodusir definisi bahwa GUGATAN PERDATA sebagai gugatan yang mengandung sengketa di antara para pihak yang berperkara dengan posisi para pihak: a. Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut sebagai penggugat (plaintiff); b. Yang ditarik sebagai lawan berkedudukan sebagai tergugat (defendant).

 

Strategi agar gugatan tidak ditolak oleh pengadilan (dalam putusannya), dalam teknik penyusunan gugatan harus benar-benar diperhatikan mengenai persyaratan gugatan tersebut, yang meliputi  syarat formil dan syarat materiil sesuai dengan Pasal 8 nomor 3 Rv (Reglement of de Rechtsvordering). Apabila suatu gugatan mengandung kecacatan baik formil maupun materiil, maka gugatan tersebut akan ditolak atau tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO).

 

Pengertian dalam hal  “dikabulkannya gugatan”, menurut Yahya Harahap adalah, dikabulkannya suatu gugatan adalah dengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh penggugat sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal 153, Pasal 154, dan Pasal  164 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan Majelis Hakim.

 

Selanjutnya Yahya Harahap menjelaskan, bahwa hal-hal yang penting dirumuskan dalam gugatan adalah sebagai berikut: a. Syarat Formil, yakni gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sesuai dengan kewenangan relatif, diberi tanggal, ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya, serta adanya identitas para pihak; b Syarat Materil, yakni dasar gugatan atau dasar tuntutan (fundamentum petendi), dan tuntutan (petitum) penggugat yang nantinya diputuskan oleh hakim berdasarkan gugatan atau dasar tuntutan tersebut.

 

Akibat Lain Gugatan Cacat Hukum

 

1.    Gugatan Obscuur Libel atau gugatan penggugat tidak jelas/kabur. Hubungan antara gugatan dengan gugatan yang Obscuur Libel itu sendiri terletak dari ketidaksesuaian isi fakta hukum yang terjadi (fundamentum petendi) dengan tuntutan (petitum), sebab apabila seseorang membuat gugatan yang tidak memenuhi syarat, maka akibatnya adalah gugatan itu disebut sebagai gugatan yang Obscuur Libel atau tidak jelas sehingga menyebabkan gugatan “tidak dapat diterima”.

 

2.    Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum (rechtgrond) dan kejadian yang mendasari gugatan atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi asal jelas dan tegas (een duidelijke en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv;

 

3.    Tidak jelas objek yang disengketakan, seperti tidak menyebut letak lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luasannya, dan atau tidak ditemukan objek sengketa. Hal ini sebagaimana diperkuat putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1971 yang menyatakan "karena suat gugatan tidak menyebut dengan jelas letak tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima";

 

4.    Penggabungan dua atau beberapa gugatan yang masing-masing berdiri sendiri. Terkadang untuk menghemat segala sesuatunya, penggugat dapat melakukan penggabungan atas beberapa pihak yang dianggap sebagai pihak tergugat (akumulasi subjektif) atau menggabungkan bebepa gugatan terhadap seorang tergugat (akumulasi objektif). Meskipun dibenarkan menurut hukum acara, hendaknya sebagai penggugat harus memahami bahwasanya penggabungan boleh dilakukan apabila ada hubungan yang sangat erat dan mendasar antara satu sama lainnya. Bila penggabungan dilakukan secara campur aduk maka tentunya gugatan akan bertentangan dengan tertib beracara. Sebagai contoh, misalnya menggabungan antara gugatan mengenai wanprestasi menjadi gugatan perbuatan melawan hukum. 

 

Yahya Harahap pada artikel Arti Gugatan Dikabulkan, Ditolak, dan Tidak Dapat Diterima, menegaskan pula  bahwa ada berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain, gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR. Adapun arti gugatan yang cacat formil menurut Yahya adalah:

 

1. Gugatan tidak memiliki dasar hukum;

2. Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;

3. Gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau

4. Gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.

 

Selain hal – hal prinsip diatas perlu pula dijelaskan mengenai  asas ultra petita atau sering disebut sebagai asas iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR serta dalam Pasal 189 ayat (2) dan ayat (3) Rbg jo. Pasal 67 huruf c UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang artinya jika hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang dimintakan (petitum), maka putusan tersebut merupakan putusan yang ultra vires dan harus dinyatakan cacat meskipun putusan tersebut didasarkan pada itikad baik maupun telah sesusai dengan kepentingan umum.


WRITER/COPY RIGHTS:

APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH. 

 

Sabtu, 19 Februari 2022

GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

 




GUGATAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

 

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia, ‘Gugatan’ adalah, segala tuntutan hak yang mengandung sengketa. Kalau kita telaah secara sederhana, gugatan itu berisi mengenai tuntutan hak dari pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan perlindungan hukum karena dirinya mengalami atau menderita kerugian akibat perbuatan pihak lain. 

Berpadanan dengan konsepsi tersebut,  Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata: tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Yahya mengintrodusir definisi bahwa GUGATAN PERDATA sebagai gugatan yang mengandung sengketa di antara para pihak yang berperkara dengan posisi para pihak: a. Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut sebagai penggugat (plaintiff); b. Yang ditarik sebagai lawan berkedudukan sebagai tergugat (defendant).

 

Strategi agar gugatan tidak ditolak oleh pengadilan (dalam putusannya), dalam teknik penyusunan gugatan harus benar-benar diperhatikan mengenai persyaratan gugatan tersebut, yang meliputi  syarat formil dan syarat materiil sesuai dengan Pasal 8 nomor 3 Rv (Reglement of de Rechtsvordering). Apabila suatu gugatan mengandung kecacatan baik formil maupun materiil, maka gugatan tersebut akan ditolak atau tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO).

 

Pengertian dalam hal  “dikabulkannya gugatan”, menurut Yahya Harahap adalah, dikabulkannya suatu gugatan adalah dengan syarat bila dalil gugatnya dapat dibuktikan oleh penggugat sesuai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Pasal 153, Pasal 154, dan Pasal  164 Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Dikabulkannya gugatan ini pun ada yang dikabulkan sebagian, ada yang dikabulkan seluruhnya, ditentukan oleh pertimbangan Majelis Hakim.

 

Selanjutnya Yahya Harahap menjelaskan, bahwa hal-hal yang penting dirumuskan dalam gugatan adalah sebagai berikut: a. Syarat Formil, yakni gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri sesuai dengan kewenangan relatif, diberi tanggal, ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya, serta adanya identitas para pihak; b Syarat Materil, yakni dasar gugatan atau dasar tuntutan (fundamentum petendi), dan tuntutan (petitum) penggugat yang nantinya diputuskan oleh hakim berdasarkan gugatan atau dasar tuntutan tersebut.

 

Akibat Lain Gugatan Cacat Hukum

 

1.    Gugatan Obscuur Libel atau gugatan penggugat tidak jelas/kabur. Hubungan antara gugatan dengan gugatan yang Obscuur Libel itu sendiri terletak dari ketidaksesuaian isi fakta hukum yang terjadi (fundamentum petendi) dengan tuntutan (petitum), sebab apabila seseorang membuat gugatan yang tidak memenuhi syarat, maka akibatnya adalah gugatan itu disebut sebagai gugatan yang Obscuur Libel atau tidak jelas sehingga menyebabkan gugatan “tidak dapat diterima”.

 

2.    Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum (rechtgrond) dan kejadian yang mendasari gugatan atau ada dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi asal jelas dan tegas (een duidelijke en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur pasal 8 Rv;

 

3.    Tidak jelas objek yang disengketakan, seperti tidak menyebut letak lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luasannya, dan atau tidak ditemukan objek sengketa. Hal ini sebagaimana diperkuat putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1971 yang menyatakan "karena suat gugatan tidak menyebut dengan jelas letak tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima";

 

4.  Penggabungan dua atau beberapa gugatan yang masing-masing berdiri sendiri. Terkadang untuk menghemat segala sesuatunya, penggugat dapat melakukan penggabungan atas beberapa pihak yang dianggap sebagai pihak tergugat (akumulasi subjektif) atau menggabungkan bebepa gugatan terhadap seorang tergugat (akumulasi objektif). Meskipun dibenarkan menurut hukum acara, hendaknya sebagai penggugat harus memahami bahwasanya penggabungan boleh dilakukan apabila ada hubungan yang sangat erat dan mendasar antara satu sama lainnya. Bila penggabungan dilakukan secara campur aduk maka tentunya gugatan akan bertentangan dengan tertib beracara. Sebagai contoh, misalnya menggabungan antara gugatan mengenai wanprestasi menjadi gugatan perbuatan melawan hukum.

Yahya Harahap pada artikel Arti Gugatan Dikabulkan, Ditolak, dan Tidak Dapat Diterima, menegaskan pula  bahwa ada berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain, gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR. Adapun arti gugatan yang cacat formil menurut Yahya adalah: 

1. Gugatan tidak memiliki dasar hukum;

2. Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;

3. Gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau

4. Gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.

 

Selain hal – hal prinsip diatas perlu pula dijelaskan mengenai  asas ultra petita atau sering disebut sebagai asas iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur diatur dalam Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR serta dalam Pasal 189 ayat (2) dan ayat (3) Rbg jo. Pasal 67 huruf c UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang artinya jika hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang dimintakan (petitum), maka putusan tersebut merupakan putusan yang ultra vires dan harus dinyatakan cacat meskipun putusan tersebut didasarkan pada itikad baik maupun telah sesusai dengan kepentingan umum.


________________________

HIMBAUAN PARTISIPASI:

Sebagai PEMILIK dan PENULIS artikel - artikel dalam Website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dan Blogger www.beritahukumkebijakanpublik.com saya menyatakan:

·         Mengajak ENDORSE  untuk memasang iklan pada artikel – artikel di website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dan Blogger www.beritahukumkebijakanpublik.com dengan langsung menghubungi saya;

·         Mempersilahkan rekan - rekan dan khalayak umum untuk mengcopy seluruh konten yang terdapat dalam website https://beritahukum-kebijakanpublik.com dan Blogger www.beritahukumkebijakanpublik.com, akan tetapi sebagai ungkapan KEPEDULIAN kiranya berkenan memberikan partisipasi  umpan balik dalam bentuk komentar.

Semoga dengan kepedulian yang diberikan, saya dapat terus berkarya memposting artikel - artikel yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, masyarakat serta bangsa dan negara.

#appehamonanganhutauruk

@appehamonangan68(appehamonangan68)TikTok

Salin Kode Undangan SnackVideo Appe Hamonangan Hutauruk: 873 879 381

https://www.youtube.com/channel/UCedp8eUSKI0upnkURG7TRmw

#SalamPersasaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK




TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

  TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN   Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingka...