FENOMENA YURIDIS HAK ATAS TANAH
Menurut terminologi
hukum, “AGRARIA” berasal dari kata dalam bahasa Belanda yaitu “Akker”,
atau bahasa Yunani yaitu “Agros” berarti tanah
pertanian, kata “Agger” dari bahasa
Latin berarti "tanah atau sebidang tanah",
sedangkan kata “Agrarius” dalam bahasa
Latin berarti "perladangan,
persawahan, pertanian", selanjutnya kata “Agrarian” dalam
bahasa Inggris berarti "tanah untuk
pertanian".
1.
Menurut Andi Hamzah, “Agraria adalah masalah tanah dan
semua yang ada di dalam dan diatasnya”;
2.
Menurut Subekti dan R Tjitrisoedibio, “Agraria
adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya, yang di
dalam tanah misalnya batu, kerikil, tambang, sedangkan yang ada diatas tanah
berupa tanaman, bangunan”.
Selain batasan
rumusan tersebut, terdapat pula definisi – definisi lainnya yang
dikemukakan oleh beberapa ahli hukum, antara lain:
-
Menurut Soedikno Mertokusumo: “Hukum Agraria
adalah Keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis yang mengatur agraria”;
-
Menurut Bachsan Mustofa: “Kaidah hukum yang
tertulis adalah Hukum Agraria dalam bentuk hukum undang - undang dan
peraturan-peraturan tertulis lainnya yang dibuat negara, sedangkan kaidah hukum
yang tidak tertulis adalah Hukum Agraria dalam bentuk hukum Adat Agraria yang
dibuat oleh masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan serta
berlakunya dipertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan”;
-
Menurut Boedi Harsono: “Hukum Agraria
merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur
hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk
pengertian agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas :
1.
Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam
arti permukaan bumi;
2.
Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3.
Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan
atas bahan –bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok
pertambangan;
4.
Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan
alam yang terkandung di dalam air
5.
Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-Unsur dalam Ruang Angkasa, mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur – unsur dalam ruang angkasa
yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA";
Ruang lingkup (scope) agraria,
meliputi “TANAH” sebagai bagian dari bumi yang disebut “permukaan
bumi”. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUPA (Undang – Undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria) ditentukan
bahwa atas dasar hak menguasai dari negara
sebagaimana yang dimaksud Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi yang disebut tanah. Tanah dalam pengertian yuridis
adalah "permukaan bumi" sedangkan hak atas
tanah adalah "hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang
berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar". Obyek
Hukum Tanah adalah "hak penguasaan atas tanah, maksudnya adalah
hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang
hak atas tanah untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihakinya (dimilikinya
berdasarkan hak tertentu)".
Hak atas
tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang atau badan
usaha yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.
Ciri khas dari hak atas
tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak
atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 16 juncto Pasal 53
UUPA (disebut Undang – Undang Pokok Agraria (Undang – Undang Nomor
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria), antara lain:
1.
Hak Milik;
2.
Hak Guna Usaha;
3.
Hak Guna Bangunan;
4.
Hak Pakai;
5.
Hak Sewa;
6.
Hak Membuka Tanah;
7.
Hak Memungut Hasil Hutan;
8.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53.
Ketentuan Pasal 16
Undang – Undang Pokok Agraria (Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok
Agraria) menyebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan
merupakan hak atas tanah yaitu “hak membuka tanah” dan “hak
memungut hasil hutan”, karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk
mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap
dicantumkan dalam Pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk
menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika HUKUM ADAT. Kedua hak tersebut
merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari HAK ULAYAT. Selain hak–hak atas
tanah yang disebut dalam Pasal 16 UUPA, dijumpai pula lembaga–lembaga hak atas
tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi
sifat “sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain :
1.
Hak gadai;
2.
Hak usaha bagi hasil;
3.
Hak menumpang;
4.
Hak sewa untuk usaha pertanian.
Terhadap hak atas tanah
dapat dilakukan “pencabutan hak atas tanah” oleh
negara/pemerintah. Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan
tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus
tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi
kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah tersebut. Mengacu
pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak atas
Tanah dan Benda–Benda Diatasnya, hanya dilakukan untuk kepentingan umum
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik
rakyat, merupakan wewenang Presiden Republik Indonesia setelah
mendengar pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas
tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta menteri lain yang
bersangkutan. Setelah Presiden mendengar pertimbangan tersebut, maka Presiden
akan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang didalamnya
terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut. Kemudian
jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka yang
bersangkutan dapat MENGAJUKAN KEBERATAN dengan menggunakan upaya
hukum NAIK BANDING kepada Pengadilan Tinggi sesuai dengan wilayah
yurisdiksinya.
Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002