DESKRIPSI SINGKAT MENGENAI
PENYITAAN MENURUT KUHAP
Dalam menjalankan tugasnya, pihak Kepolisian selaku PENYIDIK
diberi kewenangan oleh Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk
melakukan penyitaan terhadap benda – benda/barang – barang yang
mempunyai hubungan atau kaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan
seseorang atau pihak – pihak tertentu. Benda – benda/barang – barang sitaan
tersebut digunakan untuk kepentingan pembuktian proses penyidikan,
penuntutan dan persidangan di Pengadilan. Sebagai wacana yuridis, dapat
dikemukakan beberapa konsepsi dari Penyitaaan, yaitu:
- DARWAN
PRINTS menegaskan bahwa “penyitaan
adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat – pejabat yang berwenang
untuk menguasai sementara waktu barang – barang baik yang merupakan milik
Tersangka/Terdakwa maupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungannya
dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk pembuktian”;
- Menurut
C.T. SIMORANGKIR bahwa “penyitaan adalah suatu cara yang
dilakukan oleh pejabat – pejabat yang berwenang untuk menguasai sementara
waktu barang – barang baik yang merupakan milik terdakwa maupun bukan,
tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan
berguna untuk pembuktian. Jika ternyata kemudian bahwa barang tersebut
tidak ada hubungannya dengan kejahatan yang dituduhkan, maka barang
tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya”;
- Menurut
ketentuan Pasal 1 angka 16 KUHAP, yang dimaksud dengan “penyitaan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau
menyimpan dibawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan”;
Secara umum dapat disimpulkan yaitu selain ketentuan
mengenai Penyitaan yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, maka
perihal penyitaan dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga
diatur secara terpisah dalam dalam Bab V bagian ke 4 (empat) Pasal 38
sampai dengan Pasal 48 KUHAP dan Pasal 128 sampai 130 KUHAP.
Dalam konteks tindakan penyitaan yang dilakukan oleh
pejabat/petugas hukum yang berwenang, maka untuk mencegah tindakan sewenang -
wenang yang kemungkinan dilakukan aparat penegak hukum (law
enforcement officer) maka terdapat prinsip –prinsip mendasar
sebagai rambu – rambu dalam rangka melakukan “penyitaan”
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 38 sampai dengan 48 KUHAP,
sebagai berikut:
- Tindakan
penyitaan oleh penyidik, hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat ijin
dari Ketua Pengadilan Negeri di daerah penyitaan itu akan dilakukan
sebagaimana amanah Pasal 38 ayat (1) KUHAP. Namun dalam Pasal 38 ayat (2)
KUHAP memberikan pengecualian, di mana dijelaskan bahwa apabila dalam
keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyitaan terlebih dahulu tanpa
harus meminta ijin dari Ketua Pengadilan Negeri. Hanya terkhusus untuk benda
bergerak dan setelahnya wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat untuk memperoleh persetujuannya.
- Kemudian
adapun kriteria untuk benda-benda yang dapat dilakukan penyitaan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP yaitu: a). Benda atau
tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b).
Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkan; c). Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d). Benda yang khusus dibuat
atau diperuntukan melakukan tindak pidana; e). benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Dan terhadap benda
sitaan dalam perkara perdata yang diakibatkan karena adanya pailit,
penyidik juga memiliki kewenangan untuk menyita benda tersebut untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana sepanjang
memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1).
- Terhadap
seorang Tersangka yang tertangkap tangan, penyidik juga dapat melakukan
penyitaan terhadap benda maupun alat yang patut diduga telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 KUHAP.
- Mengenai
paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya
dilakukan melalui kantor pos serta telekomunikasi dan surat atau benda
tersebut diperuntukkan atau ditujukan kepada tersangka atau berasal
dariTersangka. dalam hal tertangkap tangan, penyidik berwenang melakukan
penyitaan surat atau benda tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 41
KUHAP.
- Penyidik
juga berwenang untuk memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang
dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan
pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat
tanda penerimaan, sebagaiamana diatur dalam Pasal 42 KUHAP.
- Berkaitan
dengan surat atau tulisan yang diwajibkan oleh Undang-undang untuk
merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara. Penyitaan
hanya dapat dilakukan atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat,
kecuali Undang-undang menentukan lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 43
KUHAP.
- Terhadap
tempat penyimpanan untuk benda sitaan dapat disimpan dalam Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). sebagaimana diatur dalam Pasal
44 ayat (1) KUHAP. namun apabila belum ada rumah penyimpanan benda sitaan
negara ditempat tersebut, maka penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di
Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kantor kejaksaan Negeri,
Kantor Pengadilan Negeri, di gedung Bank Pemerintah ataupun jika dalam keadaan
yang memaksa benda sitaan tersebut dapat disita ditempat semula benda itu
disita. Kemudian yang bertanggung jawab terhadap benda sitaan tersebut
yaitu pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan. Benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh
siapapun.
- Sebagai
prinsip utama dalam rangka pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan
juga pengaturannya ditentukan dengan jelas dan seksama dalam
ketentuan Pasal 45 KUHAP. yang memberikan penjelasan mengenai
kriteria benda yang lekas rusak dan membahayakan namun agar tidak
menimbulkan biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, maka hal ini
harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang ada pada RUPBASAN.
Terhadap benda yang menurut sifatnya lekas rusak, dapat dijual melalui
lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di
sidang pengadilan sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan untuk
dijadikan barang bukti.
- Penjelasan
Pasal 46 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa untuk benda yang dikenakan penyitaan
diperlukan pemeriksaan sebagai barang bukti, selama pemeriksaan
berlangsung, dapat diketahui benda tersebut masih diperlukan atau tidak.
Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat benda yang disita itu
tidak diperlukan lagi untuk pembuktian maka benda tersebut dapat
dikembalikan kepada yang berkepentingan. Kecuali apabila menurut putusan
hakim benda sitaan tersebut dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau
untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda
tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
- Pasal
47 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa untuk surat lain yang dikirim melalui
kantor pos dan telekomunikasi dan benda tersebut dicurigai dengan alasan
yang kuat mempunyai hubungan dengan tindak pidana maka penyidik berhak
membuka, memeriksa dan menyitanya sepanjang mendapat izin khusus dari
Ketua Pengadilan Negeri.
- Pasal
48 KUHAP juga memberikan penjelasan mengenai Surat yang sudah dibuka dan
diperiksa dan ternyata ada hubungannya dengan perkara yang diperiksa maka
surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. Namun sebaliknya apabila
surat tersebut sesudah diperiksa tidak ada hubungannya dengan perkara maka
surat tersebut harus ditutup dan dikembalikan kembali kepada kantor pos
dengan dibubuhi cap yang berbunyi “telah dibuka oleh penyidik” dengan
dibubuhi tanggal, tandatangan beserta identitas penyidik.
Selain itu, secara eksplisit ketentuan Pasal 128
KUHAP, juga menjelaskan hal yang harus dilakukan penyidik pada saat
ingin melakukan penyitaan yaitu terlebih dahulu menunjukan tanda pengenalnya
kepada orang dari mana benda itu disita. Dan dalam Pasal 129 KUHAP, penyidik
juga harus memperlihatkan benda yang akan disita atau kepada keluarganya dapat
dimintai keterangan tentang benda yang akan disita, yang disaksikan oleh Kepala
Desa atau ketua lingkungan yang dihadiri oleh dua orang saksi. Untuk
selanjutnya penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih
dahulu kepada orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi
tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang tua atau keluarganya. dan
untuk benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut
jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal
penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita yang kemudian diberi cap
jabatan atau ditandatangani oleh penyidik. terkait dengan benda sitaan yang
tidak dimungkinkan untuk dibungkus, penyidik memberi catatan yang ditulis di
atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut sebagaimana
diatur dalam Pasal 130 KUHAP.
Barang – barang atau benda – benda yang dapat dista
diuraikan secara seksama dalam ketentuan Pasal 39 KUHAP, yang meliputi:
- Ketentuan
ayat (1) Pasal 39 KUHAP mengklasifikasikan, sebagai berikut:
- Benda
atau tagihan Tersangka atau Terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
- Benda
yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya;
- Benda
yang digunakan untuk menghalang – halangi penyidikan tindak pidana;
- Benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
- Benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan;
- Ketentuan
ayat (2) Pasal 39 KUHAP memperluas kewenangan untuk melakukan penyitaan
terhadap: “Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau
karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan,
dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1) Pasal
39 KUHAP.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya melakukan
PENYITAAN, kemudian ternyata oknum Polisi dalam melaksanakan tugas
penegakan hukum (law enforcement officer) sebagai penyidik
pembantu, dan penyidik terbukti melanggar ketentuan -ketentuan yang
dilarang sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia, maka dapat dikenakan Sanksi Pelanggaran Kode Etik.
Sebagai konsekwensi yuridis atas MALPRAKTEK yang dilakukan oleh Penyidik
Kepolisian tersebut maka terhadap Penyidik tersebut akan dilakukan pemeriksaan
melalui Sidang KKEP (Komisi Kode Etik Polri) untuk menentukan apakah
benar telah terjadi pelanggaran KODE ETIK KEPOLISIAN dan selanjutnya memutuskan
sanksi yang akan dikenakan terhadap Penyidik yang bersangkutan. Hal demikian
harus dibedakan dengan tindak pidana yang apabila dilakukan oleh anggota
kepolisian, yang pemeriksaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana
dan diadili melalui proses meknisme PERADILAN UMUM.
Writer and Copy Right:
Dr. (C) Appe H. Hutauruk, SH., MH.