ASAS OBLIGATOIR
ASAS OBLIGATOIR adalah
suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para
pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan
kewajiban semata – mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena
kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst) belum terjadi.
Jadi, jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja, hak
milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik
baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering
disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak
Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak Indonesia
berdasarkan pada Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Meskipun
hukum adat tentang kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena asas hukum
adat memberlakukan asas kontrak riil, dengan pengertian bahwa suatu
kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”.
Dalam konteks HUKUM ADAT maka kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat
tertentu, misalnya di depan penghulu adat atau ketua adat, yang sekaligus juga
dilakukan levering sebagai tindak lanjut dari kontrak
tersebut. Jika hanya sekedar janji – jani saja, seperti dalam sistem
obligatoir, maka dalam hukum adat sifat kontrak yang demikian
dianggap tidak mempunyai kekuatan sama sekali.