ANTITRUST sebagai suatu TANTANGAN
Amerika
Serikat (United State) dengan popularitasnya sebagai
negara kapitalis dengan paham “LIBERAL” dan “INDIVIDUALISTIK”,
secara formal telah mengeluarkan Undang – Undang Antitrust pada tahun 1890.
Sebelumnya, pengendalian perekonomian Amerika dipegang dan didominasi
oleh Pengusaha Kecil (small business). Akan tetapi setelah
berakhir "Perang Saudara" (Civil War),
terjadi fenomena dimana berkembangnya korporasi dan industri besar
sebagai suatu "KEKUATAN EKONOMI". Implikasi tersebut membuat
perusahaan kecil "hancur dan luluh - lantah" sehingga harus mengikuti
pola sistem “merger, akuisisi, dan kombinasi (combination)”.
Pada
prinsipnya terdapat beberapa latar belakang dan alasan pokok yang
menjadi pemantik lahirnya "antitrust act"
di negara Amerika Serikat, diantaranya yaitu:
1. Paradigma
dan praktek sistem perekonomian kapitalisme murni (pure capitalism) harus
dibatasi;
2. Sebab
menghancurkan pesaing (competitor) dan persaingan bebas (free
competition), terutama pengusaha kecil.
3. Juga menghancurkan
esensi karakteristik pasar bebas, dimana harga ditentukan oleh kekuatan
permainan di pasaran menjadi hancur.
4. Penumpukan
kekuasaan dan kekuatan perdagangan pada satu tangan baik melalui akuisisi,
merger, atau kombinasi, dianggap perbuatan “korupsi”, sebab dalam perdagangan
yang seperti itu perusahaan tersebut akan bertendensi melakukan:
a.
Monopoli pasar secara horisontal dan vertikal.
b.
Mengatur sepenuhnya perdagangan (restraints of trade).
c.
Mengatur dan menetapkan harga (price fixing) sesuka hati.
5. Pihak
yang korban, selain pengusaha kecil adalah masyarakat banyak, sebab terpaksa
membeli mahal karena
tidak ada pilihan lain.
6.
Kenyataan tersebut menimbulkan sikap bahwa dianggap perlu menetapkan
suatu ketentuan hukum. Setiap tindak
monopoli yang bersifat “restraints
of trade” dan “price fixing” dianggap sejak
semula tidak
sah atau “ilegal per se”, karena itu
dinyatakan perbuatan melanggar hukum
(unlawful act), dengan
demikian IMPLIKASI YURIDIS atas
perbuatan tersebut adalah:
a.
Diancam dengan hukum pidana.
b. Dapat
dijatuhi tuntutan ganti rugi berdasarkan asas “trible damages” (tiga
kali lipat).
Secara
teoritis maka batasan dan kapan suatu KEKUATAN MONOPOLI (monoply
power) dianggap telah mampu mengendalikan perdagangan (trade
restrain), didasarkan pada patokan “unreasonable trade
restraint”, dilakukan dengan cara:
1.
Harus dilakukan evaluasi secara kasus demi kasus satu per
satu (case by case);
2. Evaluasi
tersebut didasarkan pada pertimbangan apakah monopoli itu telah
menimbulkan efek terhadap PERSAINGAN BEBAS YANG TIDAK
TERKENDALI (free fight competition);
3. Apabila
dalam kenyataan yang sebenarnya(in concreto) tidak menimbulkan
peluang untuk terjadinya sistem persaingan bebas yang tidak
terkendali (free fight liberalism system), monopoli yang demikian
dianggap masih MASUK AKAL (“reasonable”).
Apabila
terdapat ekspektasi untuk menumbuhkan persaingan bebas yang sehat (fair
competition) maupun meningkatkan efisiensi serta memberi hak hidup
yang wajar bagi pengusaha kecil (small business) untuk
berperan aktif dalam kegiatan perekonomian, mendesak dan penting
sifatnya untuk segera dirumuskan dan dikeluarkan Undang –
Undang Antitrust, hal ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa apabila
komparasinya adalah dengan negara Amerika Serikat , maka negara
Indonesia sudah ketinggalan 1 (satu) abad, dalam hitungan kurun waktu yang
sudah sangat lama.
Writer and
Copy Right:
Dr. (Cand.) Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.
Lecturer, Advocate and Legal Consultant
Handphone: 0818964919, 085959597919, 081213502002