Alvin Toffler, pernah mengatakan bahwa
Kita tdak dapat dan tidak boleh mematikan tombol kemajuan teknologi. Hanya kaum
romantik dungu yang mengoceh untuk kembali pada “keadaan alamiah”.
Keadaan alamiah menurut Alvin Toffler: adalah keadaan dimana anak – anak kurus kering dan mati karena tidak
ada perawatan medis elementer, kekurangan gizi menghambat kerja otak dan dimana
seperti diingatkan oleh Thomas Hobbes, kehidupan itu “miskin, curang, kejam dan
pendek”. Oleh karena itu Alvin Toffler menyimpulkan, “ Mengingkari teknologi
itu tidak saja bodoh, tetapi juga tidak bermoral”;
Perkembangan teknologi tidak mungkin
dihentikan, atau menghentikannya dianggap tindakan yang tidak bermoral.
Masyarakat teknologi sekarang, mesti menyadari hari esok mereka. Arus perubahan
dan pergeseran yang terjadi sekarang belum dapat dikatakan GELOMBANG TERAKHIR
(the last wave). Perluasan dan pengembangan industri dan teknologi
yang telah dihasilkan sekarang, adalah BUKAN BATAS PENCAPAIAN (not the achievement limit);
Dalam proses menuju perkembangan dan
pembaharuan yang sampai saat ini belum
mencapai batas, kemungkinan besar umat manusia berhadapan dengan
MALAPETAKA (catastrophic), berupa kekacauan yang ditimbulkan “economic collapse”,
atau terjadinya “kehancuran atau kerusakan ekosistem hutan” (the death of the
forest;
Begitu pula malapetaka lain, seperti, berbagai macam “bencana alam” dan gempa bumi
dahsyat, “Kelaparan global” (global famine), bermunculan “terorisme” internasional,
invasi, pembunuhan massal (assassinations) dalam bentuk “pembersihan ras” (race
cleansing);
Sewaktu Jerman Barat berhasil
menciptakan “economic miracle”, mereka tidak sadar bahwa bersamaan dengan itu
“telah melakukan perusakan hutan secara hebat” (they were killing the forest).
Pada saat General Motor menyingkirkan Pacific Electric Public Train dengan
sistem jalan raya bebas hambatan, mereka
menyebutnya “the great progress”. Padahal apa yang dikatakan mereka
dengan “PROGRESS” tersebut harus dibayar
dengan pengorbanan kerusakan hutan yang sangat luas.
Begitu pula, perlu dipertanyakan
kembali secara jujur: Apakah DDT, Plotonium, thalidomide,
dioxin maupun bioteknologi dapat disebut kemajuan oleh karena mampu
memperlambat pembusukan dan kerusakan buah, apabila dibandingkan dengan kerusakan ekologis dan
ekosistem yang ditimbulkannya;
Perkembangan dan kemajuan teknologi
bukan hasil karya ANGELIC, dan bukan dimanfaatkan dalam alam EXTRA
TERRESTERIAL. Dalam kondisi yang seperti itu, dampak kemajuan
teknologi, pasti membonceng berbagai bentuk KEJAHATAN BARU dan MODUS OPERANDI
BARU;
Pada saat terjadi perkembangan
masyarakat industrialis, maka pada saat itu pula langsung terjadi MALAPETAKA
YANG SANGAT MENAKUTKAN seperti dampak perkembangan populasi di perkotaan,
munculnya pinggiran kumuh, Tindak pidana meningkat (crime increased),
Pelanggaran ketertiban makin sering terjadi, Modus operandi kejahatan semakin
canggih, dan sebagainya.
Harus diakui bahwa perkembangan
teknologi adalah tidak dapat dihindari dan suka atau tidak suka umat manusia
“HARUS MASUK KEDALAM PUSARAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI”. Oleh karena itu dalam
rangka menghadapi perkembangan teknologi, harus dilakukan penyesuaian (adjustment) melalui PERLUASAN dan
PEMBAHARUAN HUKUM (to enlarge, to growth and reform the law), Mengembangkan
SCIENTIFIC INVESTIGATION dalam bentuk THE RATIONAL SCIENTIFIC yang dibarengi dengan pengembangan “a crime prevention
technology”;
Secara timbal balik berlaku postulat
yaitu Semakin maju masyarakat, semakin dibutuhkan berbagai macam peraturan yang
mampu MENGENDALIKAN tingkah laku manusia. Namun demikian, harus disadari pula
penegasan Grant Gilmore yaitu “tidak berarti semakin banyak peraturan perundang
– undangan, akan menjamin masyarakat dapat diantar ke alam sorgawi. Grant Gilmore dengan gaya RASIONALITASNYA
mengatakan “the better the society, the less law will be.
In heaven there will be no law, and lion will lie down with lamb”.