BENTUK DAN PENGIKATAN JAMINAN DALAM KREDIT SEKTOR KEUANGAN
Pada saat persetujuan kredit, bank atau
lembaga layanan keuangan perlu mengacu pada asas-asas perkreditan yang mumpuni
termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh
keyakinan sebelum memberikan kredit, bank perlu melakukan penilaian yang
seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur.
Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar bank dapat memperoleh
tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya.
Secara umum jaminan adalah segala yang bisa
dijaminkan yang bersifat materil maupun yang bersifat imateril. Jaminan yang
bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat
berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan
perorangan. Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas
benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende
goederen).
Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi
berwujud dan tidak berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri
menggolongkannya ke dalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris
kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak
Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan
itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.
Pengikatan jaminan
Beberapa hal yang patut diketahui sebagai
pengikat jaminan, antara lain:
1. Hak Tanggungan
Hak Tanggungan diatur dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak
berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan
suatu
utang tertentu dan memberikan kedudukan
yang diutamakan/preferent kepada Kreditur tertentu terhadap
kreditur lain. Yang menjadi obyek dari hak tanggungan adalah Hak Milik, HGB,
HGU, Hak Pakai atas Tanah Negara. Ciri-ciri dari hak tanggungan adalah:
Ø Memberikan kedudukan diutamakan (preferent)
kepada krediturnya.
Ø Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan
siapapun obyek tersebut berada (droit de suite).
Ø Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
Ø Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Ø Tidak dapat dibagi-bagi.
Bersifat accessoir/merupakan
ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum
hutang-piutang.
2. Gadai
Yang menjadi dasar hukum gadai adalah Pasal
1150 sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada kreditur lainnya.
Barang yang digadaikan harus berada dalam
penguasaan fisik penerima gadai atau orang lain yang ditunjuk oleh
pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk memakai barang
tersebut dengan ancaman batal demi hukum. Barang yang digadaikan adalah barang
bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga
lainnya dan lain lain. Bentuk pengikatan gadai dapat dilakukan secara akta
otentik/notaril atau dibawah tangan.
3. Fidusia
Jaminan Fidusia diatur dalam
Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999
tentang Jaminan Fidusia (UU Fidusia). Fidusia dahulu dikenal dengan
istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO). Bentuk pengikatan
fidusia harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam
pasal 5 UU Fidusia.
Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda
sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada
dalam tangan debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan
kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana hutangnya telah dibayar
lunas. Yang menjadi obyek fidusia terdiri dari:
Ø Benda-benda bergerak yang berwujud maupun
tidak berwujud.
Ø Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.
Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih
dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil penerima
fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
Apabila benda obyek jaminan fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum
obyek jaminan fidusia telah beralih kepada penerima fidusia. Dengan demikian,
pemberian fidusia ulang akan merugikan kepentingan penerima fidusia.
4. Hipotek
Yang menjadi dasar hukum dari hipotek adalah
Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. Pengertian hipotek adalah
suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih
untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan
dan yang dianggap sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik
benda tersebut. Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang
didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang orang lain.
Secara umum sifat hipotek adalah:
Ø Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat
absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si
pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak terbatas.
Ø Merupakan perjanjian Accessoir.
Ø Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang
lainnya.
Ø Mudah dieksekusi.
Ø Objeknya benda tetap, baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud.
Ø Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan
tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.
Ø Dibebankan atas benda milik orang lain.
Ø Pinjaman hipotek tak dapat di bagi-bagi.
Ø Openbaar atau bersifat terbuka.
Ø Specialitas.
Khusus
mengenai HIPOTIK maka perlu
ditegaskan yaitu pada dasar kata hipotik
yang berasal dari kata hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”.
Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal
1232. Dengan berlakunya Undang-undang No
5 tahun 1960 Tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku
sejak tanggal 24 September 1960 maka buku II KUHPerdata telah dicabut
sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Pengertian hipotik tercantum dalam Pasal 1162
KUH Perdata. Hipotik adalah: “Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu
perikatan.”Vollmar mengatakan hipotik adalah: “Sebuah hak kebendaan atas
benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak
(pemegang hipotik) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud
memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.
Selanjutnya pada Pasal 1 angka 1 Undang
– Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda –
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) disebutkan “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”;
Sedangkan Pasal 29 Undang
– Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda –
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) menegaskan “Dengan
berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana
tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad
1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad
1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
dinyatakan tidak berlaku lagi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar