Kamis, 12 Januari 2023

ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI

 

ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI

Dapatkah seseorang mengalihkan piutangnya kepada pihak lainnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitur?

Bagaimana proses dan pengaturan hukumnya terkait dengan pengalihan tersebut?

Dalam hukum, pengalihan piutang tersebut baru sah secara hukum apabila dituangkan dalam suatu perjanjian, pengalihan piutang berdasarkan suatu Perjanjian dalam ketentuan hukum di Indonesia terbagi menjadi Subrogasi, Novasi dan Cessie.


 
SUBROGASI

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 s.d. Pasal 1403 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).

Subrogasi merupakan penggantian hak-hak (piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga/kreditur baru yang telah membayar, sehingga dapat disimpulkan bahwa subrogasi terjadi karena adanya pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada Kreditur sebelumnya. Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena subrogasi berbeda dengan pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur.


  
NOVASI

Novasi diatur dalam Pasal 1413 s.d. 1424 KUH Perdata yang merupakan pembaruhan hutang atau suatu perikatan yang bersumber dari kontrak baru yang mengakhiri atau menghapuskan perikatan yang bersumber dari kontrak lama dan pada saat bersamaan menimbulkan perikatan baru yang bersumber dari kontrak baru yang menggantikan perikatan yang bersumber dari kontrak lama tersebut.


Terdapat 3 (tiga) jenis novasi, yaitu sebagai berikut:

1.   Apabila seorang debitur membuat perikatan utang baru bagi kreditur untuk menggantikan perikatan yang lama yang dihapuskan karenanya, disebut novasi objektif;

2.   Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan seorang debitur lama yang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif pasif;

3.   Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang kreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si debitur dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif aktif.


Novasi pada hakikatnya merupakan hasil perundingan segitiga yaitu antara Pihak Kreditur, Debitur dan Pihak Ketiga,dimana Para Pihak tersebut bersifat aktif.

  

CESSIE


Cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Cessie ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum cessie itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Sehingga Cessie berbeda dengan Subrogasi, dimana dalam cessie utang piutang tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Sedangkan dalam subrogasi, utang piutang yang lama hapus, untuk kemudian dihidupkan lagi bagi kepentingan kreditur baru.


Prof.  Subekti menjelaskan bahwa Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris. Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan, jadi tak boleh dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang.

Rabu, 11 Januari 2023

PERAMPASAN BARANG DALAM PERKARA TIPIKOR DAN KEBERATAN PIHAK KETIGA

 

PERAMPASAN BARANG DALAM PERKARA TIPIKOR DAN KEBERATAN PIHAK KETIGA

 

Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, pengadilan berwenang menjatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang atau perusahaan menjadi milik negara ataupun untuk dimusnahkan. Dalam praktik,  bisa jadi barang yang dirampas tersebut merupakan milik pihak ketiga sehingga ia dirugikan atas tindakan perampasan tersebut. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengakomodir mekanisme perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik  yang haknya dirugikan atas putusan perampasan aset tersebut. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, pihak ketiga tersebut  dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan tindak pidana korupsi dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Namun demikian, Undang – Undang  Pemberantasan Tipikor tidak mengatur secara rinci hukum acara  pengajuan dan pemeriksaan keberatan tersebut. Oleh karena itu, untuk menjamin kesatuan dan ketepatan  penerapan hukum  diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor  2 Tahun 2022 tentang  Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga yang Beriktikad Baik terhadap Putusan Perampasan Barang  Bukan Kepunyaan Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.

 

Pengajuan

Keberatan  terhadap pidana tambahan berupa perampasan barang atau perusahaan menjadi milik negara atau untuk dimusnahkan harus diajukan secara tertulis melalui sarana elektronik maupun konvensional kepada pengadilan yang berwenang oleh pihak ketiga yang beritikad baik.

Siapa itu   pengadilan yang berwenang dan pihak ketiga beritikad baik?.  Menurut Pasal  2 Perma,  pengadilan yang berwenang adalah pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri atau pengadilan militer/pengadilan militer tinggi yang memeriksa, mengadili, dan memutus Perkara Pokok pada tingkat pertama. Sedangkan  pihak ketiga yang beritikad baik diatur pada Pasal 3 ayat (2) Perma 2 Tahun 2022, yaitu : pemilik, pengampu, wali dari pemilik Barang, atau kurator dalam perkara kepailitan dari suatu Barang, baik seluruhnya maupun sebagian yang dijatuhkan perampasan. 

 

Berkaitan dengan  kurator yang mengajukan permohonan keberatan,  hal tersebut hanya diperbolehkan apabila putusan pernyataan pailit diucapkan sebelum dimulainya penyidikan.

 

Waktu Pengajuan

Berdasarkan  Pasal 4  ayat (1) Perma 2/2022.  keberatan harus diajukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan pada Perkara Pokok diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

“Dalam hal putusan Perkara Pokok merupakan putusan banding atau kasasi, Keberatan diajukan paling lambat 2 (dua) bulan setelah petikan/salinan putusan diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa dan/atau diumumkan di papan pengumuman pengadilan dan/atau secara elektronik”, tulis  Pasal 4 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Pengajuan keberatan tersebut dapat diajukan sebelum maupun setelah objek yang dimohonkan dilakukan eksekusi.  Apabila keberatan diajukan sebelum eksekusi maka hal tersebut tidak menghalangi eksekusi.  Sementera itu, jika keberatan diajukan setelah eksekusi maka  Menteri Keuangan harus dijadikan  Turut Termohon.

Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) keberatan yang diajukan oleh pihak yang berbeda secara terpisah atas objek Barang yang sama dalam putusan tindak pidana  korupsi yang sama, menurut  Pasal 7 Perma No 2/2022,  ketua/kepala pengadilan menetapkan pemeriksaan permohonan Keberatan tersebut digabungkan dalam 1 [satu] nomor perkara.  Sementara itu, apabila ada pengajuan keberatan   dari pihak lain atas objek dan putusan yang sama setelah dilakukan penunjukan majelis hakim,  maka ketua/kepala pengadilan menunjuk majelis hakim yang sama untuk memeriksa permohonan Keberatan tersebut.  

 

Biaya Pengajuan Keberatan

Pasal 14 Perma Nomor 2 Tahun 2022  menetapkan permohonan pengajuan keberatan tidak dipungut biaya alias gratis.

 

Produk Pengadilan

Pasal 11 Perma Nomor 2 Tahun 2022 menentukan bahwa  majelis  hakim  memutus keberatan  dalam bentuk penetapan.

 

Upaya Hukum  

Upaya hukum  terhadap penetapan pengadilan  adalah  kasasi yang dapat diajukan oleh  pemohon, termohon  dan/atau  turut termohon.  Dalam perkara permohonan keberatan tidak dibuka pintu permohonan peninjauan kembali.

“Terhadap kasasi dan/ atau Penetapan atas permohonan Keberatan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diajukan peninjauan kembali”, tulis Pasal 20 Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Permohonan kasasi atas penetapan Keberatan  diregister pada kepaniteraan muda pidana khusus Mahkamah Agung.  Penomoran perkara kasasi atas penetapan Keberatan sebagai berikut: nomor perkara: ... K/Pid.Sus-Kbrt/ tahun ...;

 

Penyampaian Memori Kasasi

Pasal 16 Perma Nomor 2 Tahun 2022  menentukan bahwa permohonan kasasi wajib disertai mernori kasasi yang diajukanbersama dengan pernyataan kasasi.

“Dalam hal permohonan kasasi tidak disertai dengan memori kasasi, maka panitera pengadilan membuat surat keterangan yang ditujukan kepada ketua/kepala pengadilan dan ketua/kepala pengadilan membuat penetapan permohonan kasasi tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung”, tulis Pasal 16 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Sabtu, 17 Desember 2022

UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI

 

UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI 

 

Reformasi birokrasi menjadi upaya preventif dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Tindakan memperkaya diri sendiri ini kerap dilakukan oleh pejabat publik dan mulai dianggap sebagai budaya yang telah mendarah daging. Dalam laporan Transparency International yang dirilis tahun 2021 indeks korupsi di Indonesia turun dari urutan 85 dengan skor 40 menjadi 102 dengan skor 37 dari 180 negara. 

Reformasi birokrasi terhadap jajaran birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan memiliki wewenang dalam mengelola aset publik, menentukan kebijakan, dan memberikan layanan. Dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki jajaran birokrasi harus diikuti dengan kontrol diri yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Saat ini permasalahan etika dan integritas jajaran birokrasi harus diperhatikan. Untuk mencegah tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan sejenisnya diperlukan suatu standar etika dan integeritas. 

Dengan banyaknya kasus pelanggaran etika dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik menyebabkan citra negatif terhadap birokrasi di Indonesia contohnya di lingkungan pemasyarakatan.  Untuk mengembalikan citra tersebut, pemasyarakatan berupaya untuk membenahi birokrasi dengan mengupayakan pembenahan kualitas birokrasi sehingga jajaran birokrasi dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Untuk mengefektifkan peran birokrasi tersebut diperlukan transformasi birokrasi dalam hal tatanan individual maupun kelembagaan. 

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang didapatkan karena jabatan atau kedudukan merupakan bentuk tindak pidana korupsi. Korupsi dianggap sebagai perilaku suatu individu dengan menggunakan wewenang yang dimiliki untuk keuntungan pribadi serta merugikan kepentingan umum dan negara. Korupsi terjadi ketika pejabat atau pegawai yang memiliki kewenangan menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk memperkaya diri sendiri. 

Budaya korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya dicegah sejak dini. Salah satu upaya pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah dengan membuat saluran Pengaduan Masyrakat KPK. Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi melakukan suatu perubahan dengan membuat saluran Pengaduan Masyarakat KPK. Lewat inovasi ini KPK berharap masyarakat lebih mudah untuk menyampaikan aspirasi berupa laporan dugaan tindakan korupsi kepada KPK sehingga dapat mempersulit pelaku tindak pidana korupsi. 

Pencegahan tindak pidana korupsi berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Dalam undang-undang tersebut secara implisit menegaskan bahwa sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi maka perlu mengadopsi asas umum pemerintah negara yang baik yaitu asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum dengan tujuan menciptakan sistem penyelenggara negara yang baik dan bersih dari KKN. 

Sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi melalui pendekatan implisit yang berdasarkan pada hukum tak tertulis berupa etika, moral, dan integritas yang terdapat pada pedoman, sistem pengendalian, dan pengelolaan sudah seharusnya diperkuat proses implementasinya. Salah satu upaya konkret pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah infrastruktur etika yang terdapat pada agenda reformasi birokrasi. 

Criminal Justice System memiliki peranan penting untuk mencapai pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi, makna dari integrated criminal justice system adalah keselarasan dalam memahami falsafah mengenai jalannya sistem peradilan pidana. Di dalam pemasyarakatan sendiri muncul berbagai penyimpangan dan pelanggaran hukum seperti korupsi, penting dicarikan solusi dengan cara pendekatan melalui pengawasan khusus yang dilakukan oleh lembaga eksternal institusi lembaga pemasyarakatan tersebut. 

Pengukuhan etika dan integritas birokrasi dalam upaya pencegahan korupsi berpedoman pada konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development  (OECD, 1996). Konsep ini menegaskan tiga infrastuktur etika, yaitu pengelolaan, sistem akuntabilitas, dan pedoman. Infrastruktur etika sangat dibutuhkan karena sampai saat ini penyelenggaraan pemerintah yang bebas dan bersih dari KKN belum mencapai harapan. 

Lemahnya etika dan integritas birokrasi menyebabkan berbagai masalah seperti belum maksimalnya implementasi peraturan perundangan pencegahan korupsi, sistem akuntabilitas yang belum efektif, komitmen pemimpin dan lemahnya pengawasan masyarakat terhadap kinerja jajaran birokrasi. Salah satu agenda reformasi birokrasi adalah infrastruktur etika. Dalam prakteknya reformasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja Menteri, Pimpinan Lembaga dan Kepala daerah dalam memenuhi tanggung jawab dan kewajiban dengan mengintegrasikan bidang finansial, birokrasi, dan pelaksanaan otonomi. 

Dengan adanya reformasi maka akan memunculkan perubahan seperti perubahan standar pertanggungjawaban (accountability) dalam kebijakan pemerintah yang dapat dijadikan patokan. Dalam konteks birokrasi upaya peningkatan pemahaman terhadap aspek akuntabilitas dapat diterapkan melalui program peningkatan kineja yang mengutamakan manajemen pengetahuan berbasis integritas dan moralitas. Setiap kebijakan yang diputuskan oleh pegawai yang juga termasuk sebagai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan yang berlaku dan berlandasan etika pelayanan publik. 

Selain kompetensi teknis dan kepemimpinan, sebagai aparatur juga harus memiliki kompetensi etika yang menjabarkan tentang manajemen nilai, penalaran moral, moralitas individu, publik, dan etika organisasional. Jadi penguatan etika dan integritas birokrasi dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi sangat dibutuhkan. Korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya diberantas. Korupsi adalah perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. 

Reformasi birokrasi perlu dilakukan sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi. Infrastruktur etika sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi bertujuan untuk memperkuat etika dan integritas jajaran birokrasi. Dengan kuatnya etika dan integritas tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran jajaran birokrasi untuk tindak melakukan tindak pidana korupsi.

·

 

FENOMENA COLLATERAL DALAM AGUNAN SUATU KREDIT

 

FENOMENA COLLATERAL DALAM AGUNAN SUATU KREDIT

 

Dalam dunia perbankan, collateral merupakan  suatu  yang tak terpisahkan dalam hal pemberian kredit. Collateral bisa disebut juga dengan istilah agunan/jaminan. Tentu saja untuk utang-piutang adanya jaminan memiliki manfaat yang begitu besar. Meskipun pada saat ini kita bisa menjumpai jenis kredit tanpa agunan, namun mengenali pengertian collateral secara rinci beserta fungsi dan jenisnya akan sangat bermanfaat bagi kita.

Sebab kita bisa memutuskan apakah akan mengajukan kredit dengan atau tanpa agunan. Tentunya masing-masing jenis kredit tersebut memiliki keuntungan tersendiri. Di bawah ini akan diulas lebih lanjut mengenai definisi collateral dan berbagai hal lainnya yang bersangkutan dengan istilah tersebut.

Pengertian Collateral

Pengertian collateral merupakan agunan yang bertujuan untuk mengamankan utang kreditur (peminjam). Jika peminjam gagal melunasi kewajibannya, maka perusahaan pemberi pinjaman akan melelang (melikuidasi) asset tersebut.

Perusahaan pemberi pinjaman (debitur) akan memberikan surat pengakuan utang yang tujuannya untuk mengikat kedua belah pihak secara hukum atas seluruh agunan milik debitur bagi kepentingan kreditur.

Kredit dengan agunan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah secured debt. Sedangkan kredit tanpa agunan disebut non collateral atau unsecured debt. Dengan agunan, kredit memiliki bunga lebih rendah jika dibandingkan yang tanpa agunan.

 

Pengertian Agunan Menurut Para Ahli

Dalam dunia perbankan, agunan merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan peminjam kepada pemberi pinjaman. Tujuannya untuk menjamin apabila terjadi kondisi dimana fasilitas kredit tidak dibayar sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jika terjadi kredit macet, maka benda tersebut dijual untuk pelunasan fasilitas kredit.

Jenis haminan dapat berupa jaminan umum dimana kreditor tidak memiliki hak preferen dan jaminan khusus yang mana pihak kreditur memiliki hak preferen (Widyono 2009)

Dan pengertian lain dari agunan menurut sejumlah ahli sebagai berikut:

  • Suatu penyerahan kekayaa atau pernyataan kesanggupan untuk menanggung pembayaran kembali atas sebuah utang. (Thomas:2003)
  • Penyerahan suatu hak atau kekuasaan oleh peminjam kepada pihak bank yang tujuannya untuk menjamin pelunasan hutang jika terjadi kredit macet. (Faisal:2004)

 

Jenis-jenis Collateral

Selain membuat bunga lebih rendah, collateral atau agunan juga memiliki dua jenis berdasarkan fungsinya. Yakni agunan tambahan dan agunan pokok.

  • Agunan Pokok, yakni objek yang dibiayai dengan kredit. Misalnya KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Yang dijaminkan dalam KPR adalah rumah yang dibeli.
  • Agunan Tambahan, yakni barang yang dijadikan jaminan untuk menambah agunan pokok. Hal ini kerap dilakukan untuk menambah jaminan pokok yang dianggap pihak bank masih kurang.

Sedangkan berdasarkan wujud bendanya, agunan dapat dibedakan menjadi agunan berwujud dan agunan tak berwujud.

  • Agunan Berwujud misalnya bangunan, mesin-mesin, kendaraan, tanah, dsb.
  • Agunan Tak Berwujud misalnya garansi perorangan, garansi perusahaan, dsb.

Berdazarkan mobilitas, agunan terdiri atas dua jenis. Yakni agunan tidak bergerak dan agunan bergerak.

  • Agunan Tak Bergerak misalnya tanah, pabrik, bangunan, dsb. Biasanya untuk kredit jangka panjang yang menggunakan agunan tak bergerak disebut dengan istilah hipotek.
  • Agunan Bergerak misalnya piutang, persediaan barang dagangan, kendaraan bermotor, dsb.

 

Syarat Barang yang Bisa Dijadikan Agunan

Tak semua barang bisa dijadikan sebagai agunan. Ada sejumlah aspek yang dijadikan sebagai bahan penilaian. Antara lain:

  • Kepimilikannya dapat dipindahtangankan
  • Memiliki nilai ekonomis yang bisa dinilai dengan uang
  • Nilai yuridis dimilikinya. Dalam pengertian agunan dapat dimiliki secara sempurna berdasarkan hukum. Bank memiliki hak didahulukan terhadap likuidasi agunan tersebut.

Baik itu bank, leasing, atau jenis perusahaan yang berperan sebagai pemberi pinjaman, biasanya memiliki sejumlah kriteria aset apa yang bisa dijadikan sebagai collateral. Misalnya BPKB kendaraan, kendaraan berat, sertifikat rumah, tanah, dsb. Barang-barang yang dapat dijadikan agunan pun sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No 9/PBI/2007.

  • Tanah bisa dijadikan agunan dengan pembuktian sertifikat atas hak tanah tersebut
  • Bangunan bisa berupa rumah tinggal, rumah susun, gudang, pabrik, dan hotel. Sama seperti tanah, pembuktiannya harus dengan sertifikat kepemilikan, IMB, dan status hukumnya harus jelas.
  • Kendaraan bermotor dibuktikan dengan menyertakan BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)
  • Mesin-mesin pabrik dapat diterima dengan menyesuaikan usia mesin tersebut serta teknisnya
  • Surat berharga dan saham harus yang aktif diperdagangkan di BEI atau yang sudah memiliki peringkat investasi
  • Pesawat udara, kapal laut dapat dijadikan agunan dengan memperhatikan ukurannya. Yang bisa diagunkan ukurannya diatas 20 meter kubik dan kemudian diikat dengan hipotek

 

Apakah Logam Mulia Bisa Dijadikan Agunan?

Meskipun dapat ditaksir menggunakan nilai uang, logam mulia tidak dapat dijadikan agunan pada bank-bank konvensional. Namun khusus untuk bank syariah, agunan berupa perhiasan emas masih dapat diterima.

 

Kredit Tanpa Agunan/Collateral

Anda pun perlu mengetahui bahwa saat ini pun bisa mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA). Jenis kredit satu ini merupakan produk kredit konsumtif dalam memberikan pinjaman tanpa perlu meminta jaminan. Calon nasabah tidak perlu lagi mengajukan permohonan dengan alasan yang spesifik. Biasanya KTA digunakan untuk menutupi biaya-biaya tertentu.

Misalnya pelunasan/penutupan kartu kredit, biaya pernikahan, pendidikan, pengobatan, modal usaha, dll. Kredit Tanpa Agunan memiliki sejumlah keuntungan sebagai berikut:

  • Pinjaman dapat diajukan tanpa jaminan apapun
  • Suku bunga sama selama masa kontrak kredit
  • Periode angsurannya cukup singkat. Yakni antara 1-5 tahun.
  • Memiliki manfaat lain seperti perlindungan asuransi.
  • Maksimal nilai utangnya mencapai 300 juta rupiah.

Meskipun memiliki sejumlah keuntungan, bunga dari KTA terbilang lebih tinggi jika dibandingkan kredit menggunakan agunan. Namun kembali lagi, hal ini bisa anda sesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pribadi. Semoga penjelasan mengenai collateral diatas bermanfaat bagi anda.

 

BENTUK DAN PENGIKATAN JAMINAN DALAM KREDIT SEKTOR KEUANGAN

 

BENTUK DAN PENGIKATAN JAMINAN DALAM KREDIT SEKTOR KEUANGAN 

 

Pada saat persetujuan kredit, bank atau lembaga layanan keuangan perlu mengacu pada asas-asas perkreditan yang mumpuni termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, bank perlu melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya.

Secara umum jaminan adalah segala yang bisa dijaminkan yang bersifat materil maupun yang bersifat imateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan. Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).

Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi berwujud dan tidak berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya ke dalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.

Pengikatan jaminan

Beberapa hal yang patut diketahui sebagai pengikat jaminan, antara lain:

1. Hak Tanggungan 

Hak Tanggungan diatur dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).  Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan suatu

utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan/preferent kepada Kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Yang menjadi obyek dari hak tanggungan adalah Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai atas Tanah Negara. Ciri-ciri dari hak tanggungan adalah:

Ø  Memberikan kedudukan diutamakan (preferent) kepada krediturnya.

Ø  Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite).

Ø  Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.

Ø  Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Ø  Tidak dapat dibagi-bagi.

Bersifat accessoir/merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.

 

2. Gadai 

Yang menjadi dasar hukum gadai adalah Pasal 1150 sampai dengan  pasal 1160 KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur lainnya.

Barang yang digadaikan harus berada dalam penguasaan fisik penerima gadai atau orang lain yang ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum. Barang yang digadaikan adalah barang bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga lainnya dan lain lain. Bentuk pengikatan gadai dapat dilakukan secara akta otentik/notaril atau dibawah tangan.

 

3. Fidusia 

Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang  Jaminan Fidusia (UU Fidusia). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO). Bentuk pengikatan fidusia harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.

Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas. Yang menjadi obyek fidusia terdiri dari:

Ø  Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud.

Ø  Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.

Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil penerima fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. Apabila benda obyek jaminan fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum obyek jaminan fidusia telah beralih kepada penerima fidusia. Dengan demikian, pemberian fidusia ulang akan merugikan kepentingan penerima fidusia.


4. Hipotek 

Yang menjadi dasar hukum dari hipotek adalah Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. Pengertian hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih untuk mengambil  penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik benda tersebut. Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang orang lain.

Secara umum sifat hipotek adalah:

Ø  Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak terbatas.

Ø  Merupakan perjanjian Accessoir.

Ø  Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya.

Ø  Mudah dieksekusi.

Ø  Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Ø  Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.

Ø  Dibebankan atas benda milik orang lain.

Ø  Pinjaman hipotek tak dapat di bagi-bagi.

Ø  Openbaar atau bersifat terbuka.

Ø  Specialitas.

 

Khusus mengenai HIPOTIK maka perlu ditegaskan yaitu pada dasar kata  hipotik yang berasal dari kata  hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 Tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 maka buku II KUHPerdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.

Pengertian hipotik tercantum dalam Pasal 1162 KUH Perdata. Hipotik adalah: “Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.”Vollmar mengatakan hipotik adalah: “Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotik) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”.

Selanjutnya pada Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) disebutkan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”;

Sedangkan Pasal 29 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT)  menegaskan “Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi”.

 

STRATEGI DAN PENDEKATAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

 

STRATEGI DAN PENDEKATAN  UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

 

Miningkat dan semakin maraknya kasus tindak korupsi yang terjadi di berbagai bidang, menuntut kita untuk mencari upaya pemberantasannya. Secara umum, ada 3 (tiga)  bentuk tindakan, yakni upaya preventif, detektif, dan represif. Berikut penjelasannya masing-masing.

1. Upaya Preventif

Strategi preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi

Upaya preventif dilakukan dengan cara:

Ø  Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit peluang korupsi.

Ø  Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN).

Ø  Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan terbuka.

Ø  Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen masyarakart untuk memantau kinerja para penyelenggara negara.

Ø  Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi secara nasional.

 

2. Upaya Detektif

Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi terjadinya kasus-kasus korupsi dengan cepat, tepat dan murah sehingga dapat ditindaklanjuti.

Upaya detektif dilakukan dengan cara:

Ø  Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat.

Ø  Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.

Ø  Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik.

Ø  Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional

Ø  Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) atau Satuan Pengawas Intern (SPI) dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

 

3. Upaya Represif

Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga kepada para pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya represif dapat dilakukan dengan cara:

Ø  Pembentukan Badan atau Komisi Anti Korupsi (pada tahun 2003 pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK).

Ø  Penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman koruptor besar.

Ø  Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas.

Ø  Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus.

Ø  Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu.

Ø  Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.

 

Selain upaya yang disebutkan diatas, perlu dijelaskan dari penedekatan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka ada 3 (tiga)  pendekatan pemberantasan korupsi yang merupakan core bussiness  KPK dalam pemberantasan korupsi dan dilaksanakan secara holistik, integral sistemik, sustainable,  yaitu:

 

Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat yang menyasar pada 3 sasaran, antara lain:

1.         Jejaring pendidikan formal dan informal mulai dari TK, SD, hingga perguruan tinggi;

2.         Penyelenggara negara dan partai politik;

3.         Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/BUMD dan swasta.

Pendekatan ini akan mempengaruhi mindset dan culture-set segenap elemen dan anak bangsa dari perilaku koruptif, sehingga tidak berpikir apalagi berkeinginan untuk melakukan tindak pidana korupsi.

 

Yang kedua adalah pendekatan pencegahan. Sasarannya untuk menghilangkan peluang dan kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi dengan merasuk pada perbaikan, penyempurnaan, dan penguatan sistem. Prinsip tujuan pencegahan adalah menghilangkan kesempatan atau peluang korupsi dengan cara pembangunan dan perbaikan sistem.

Sesuai dengan teori yang saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul dan tidak terlepas dari sebagai penyebab (by system corruption, corruption because of fail, bad and weak system).

Ini yang sering saya sebut sebagai korupsi karena sistem (by system corruption). Untuk itu banyak hal dan bidang yang perlu dibenahi (sistem ekonomi, sistem tata niaga, sistem pelayanan publik, sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perizinan, sistem rekrutmen, sistem import-export) termasuk juga sistem politik dan sistem pilkada langsung perlu menjadi pemikiran kita semua. KPK sudah melakukan kajian terkait politik berintegritas termasuk pelaksanaan pilkada langsung.Keberadaan litbang menjadi penting untuk meneliti dan mengkaji malfunction dari sistem tersebut, sekaligus memberikan alternatif solusi berupa output yang mengarah pada perbaikan, penguatan dan koreksi sistem yang ada, atau pembangunan sistem yang baru.

Korupsi dan perilaku koruptif adalah penyakit yang bisa menjangkiti siapa pun, pencegahan sejak dini dan perbaikan/perkuatan sistem merupakan obat ampuh untuk mematikan penyakit tersebut, sehingga triliunan rupiah anggaran negara untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, penanganan bencana seperti pandemi COVID-19, dan lain sebagainya, dapat diselamatkan dan dinikmati sepenuhnya oleh rakyat Indonesia.

 Dengan pendekatan pencegahan dan sistem yang baik, kami, KPK, sungguh berkeinginan agar tidak ada lagi celah dan peluang bagi siapa pun terutama calon-calon koruptor, untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Saya ingatkan, upaya pendekatan pencegahan itu sebelum kejahatan korupsi terjadi, jika sudah terjadi, tindakan hukum yang sangat tegas akan digunakan KPK kepada siapa pun yang melakukan kejahatan tersebut. 

Dan yang ketiga, adalah pendekatan penindakan, di mana penegakan hukum yang tegas dan efektif, dapat menimbulkan kesadaran untuk taat, patuh pada hukum, bukan hanya sekadar membuat rasa takut akan sanksi yang berat. 

Jika hanya sekadar menimbulkan rasa takut, maka para koruptor lainnya akan melakukan inovasi dan berkreasi untuk menemukan cara-cara modus operandi baru, agar tidak terungkap dan tertangkap. 

Law enforcement yang dilakukan profesional, akuntabel, berkeadilan, kepastian hukum dan menjunjung tinggi HAM di dalam pendekatan penindakan (law enforcement approach), Insya Allah akan menyadarkan kita semua, seluruh anak bangsa untuk tidak berpikir, coba-coba apalagi berani mengikuti jejak para koruptor di negeri ini.

 

ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI

  ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI Dapatkah seseorang mengalihkan piutangnya kepada pihak lainnya tanpa pemberitahuan terlebih dah...