Jumat, 01 Desember 2023

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

 

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

 

Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingkar janji atau wanprestasi (breach of contract) yang dilakukan oleh satu pihak disebut dengan istilah “specific performance” atau “equitable performance” atau “equitable relieve”. Salah satu alasan model pelaksanaan kontrak akibat wanprestasi yang dapat diterapkan adalah apabila benda/barang atau obyek yang disebutkan dalam kontrak tersebut memiliki karakteristik yang tertentu yang jelas, seperti mengerjakan proyek tertentu yang disebutkan secara spesifik atau menyerahkan barang tertentu yang disebutkan secara tegas jenis dan spesifikasinya.

Kontrak (contract) adalah suatu pertukaran kewajiban (prestasi) yang mensyaratkan kontraktan terikat satu sama lain untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban – kewajiban  sebagai bentuk hubungan hukum (rechtberekking) berupa perjanjian   yang telah disepakati bersama.  Berkaitan dengan hal tersebut, ketentuan  Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan bahwa  “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Berkaitan dengan batasan makna ketentuan normatif tersebut  Subekti  menyebutkan  bahwa “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.

Namun demikian, berkaitan dengan pelaksanaan isi suatu kontrak yang telah disepakati, perlu pula dipahami tahap – tahap pembentukan atau pembuatan suatu kontrak dalam rangka mengantisipasi kondisi – kondisi atau kemungkinan – kemungkinan yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak – pihak tertentu. Oleh karena pada umumnya, tujuan  para pihak menentukan  kewajiban – kewajiban timbal balik  yang diformulasikan  dalam klausula – klausula  kontrak adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masing – masing dalam rangka mencapai tujuan bersama, maka sering dilakukan rangkaian tahapan sebagai berikut:

 

I. Pra kontrak

Merupakan tahap negosiasi yang  dilakukan oleh para pihak sebelum kontrak terbentuk dengan cara menyampaikan kehendak bebas masing – masing pihak yang biasanya diajuan melalui proposal lazimnya disebut dengan Letter of Intent (LoI) yaitu dokumen yang menyatakan niat/kehendak awal suatu pihak untuk melakukan hubungan kerjasama atau business dengan pihak lain. Dalam hal ini para pihak mengadakan negosiasi  mengenai kepentingan masing - masing untuk kemudian melakukan pertukaran hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual.

II. Pembuatan Nota Kesepakatan/Kesepahaman

Setelah tercapai persesuaian kehendak antara para pihak, maka selanjutnya dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yaitu dokumen resmi yang berisi kesepakatan antara para pihak dalam bentuk tertulis dan formal. Memorandum of Understanding (MoU)   sebagai bentuk Nota Kesepahaman atau Nota Kesepakatan disebut juga perjanjian pendahuluan.  Secara yuridis, Memorandum of Understanding (MoU)    atau Nota Kesepahaman belum memiliki  sifat mengikat dan akibat hukum oleh karena hal tersebut hanya merupakan nota mengenai lingkup, maksud dan tujuan para pihak mengadakan kerjasama.

III. Pembuatan Kontrak

Menindaklanjuti kesepakatan yang telah disetujui oleh para pihak mengenai hal – hal yang akan diformulasikan sebagai bentuk hak dan kewajiban maka hal tersebut kemudian diresepsi dalam suatu akta yang disebut kontrak. Kontrak sebagai suatu bentuk hubungan hukum bersifat mengikat dan memiliki akibat hukum sesuai dengan asas konsensulalisme dan asas pacta sunt servanda sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338 KUPerdata.

IV. Pelaksanaan kontrak

Pada tataran atau tahap ini, ipso jure (demi hukum) para pihak harus menununjukan itikad baik (good faith) dalam  pelaksanaan (performance) pertukaran hak dan kewajiban (prestasi dan kontra prestasi) berdasarkan kesepakatan para pihak. Tahap ini juga disebut dengan istilah post-contractual phase.

Ketiga tahapan tersebut harus berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum kontrak. Suatu aturan atau norma pada hakikatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya.

Beberapa aspek penting dalam tahap persiapan kontrak yaitu:

a.   pemahaman mengenai dasar hukum suatu kontrak yang dirancang;

b.   penguasaan bahasa hukum yang baik;

c.   kemampuan bernegosiasi untuk menentukan hak dan kewajiban yang nantinya akan dituangkan dalam kontrak.

Proses perancangan kontrak terdiri dari beberapa tahap, yaitu penelitian (research), penyusunan kerangka kontrak (outlining), dan penormaan (wording). Dengan melakukan penelitian, contract drafter akan memiliki pemahaman yang cukup mengenai kontrak yang dirumuskan.

Secara umum  penyusunan kerangka kontrak, harus dituangkan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1.   Sistematis, lengkap dan jelas

Suatu kontrak  yang dibuat secara sistematis, lengkap dan jelas, akan memudahkan para pihak untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing yang dituangkan dalam kontrak.

2.   One clause one concept

Pengertian one clause one concept yang dimaksud adalah setiap klausula yang dibuat dalam kontrak memiliki satu konsep. Dengan menerapkan prinsip ini kontrak akan dapat dipahami dengan baik oleh para pihak maupun pihak ketiga misalnya hakim.

3.   Judul pada setiap klausula

Mencantumkan judul pada setiap klausula atau bagian pasal – pasal  tertentu  akan memudahkan dalam menelusuri kontrak yang dimaksud.

4.   Menerapkan prinsip 3P (predict, provide, protect);

Menyediakan ruang dan hak untuk melindungi kepentingan hukum terhadap  kemungkinan - kemungkinan yang akan/mungkin terjadi dalam pelaksanaan kontrak, sehingga  akan lebih mudah mengantisipasinya dengan menyediakan klausula klausula yang mengatur apabila kemungkinan tersebut terjadi. Klausula yang dibuat tersebut juga ditujukan untuk melindungi kepentingan para pihak, misalnya ketentuan mengenai adanya keadaan kahar (overmacht, force majeur) dan addendum/amandemen.

 

Dr. APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH

Kamis, 30 November 2023

LAW FIRM PROFILE (Profil Kantor Hukum) APPE HAMONANGAN HUTAURUK & ASSOCIATES

 

LAW FIRM PROFILE (Profil Kantor Hukum)
APPE HAMONANGAN HUTAURUK  & ASSOCIATES

 

 

Nama: LAW FIRM
 APPE HAMONANGAN   HUTAURUK & ASSOCIATES
Domisili: Jl. I Gusti Ngurah Rai No. 13 A
   Jakarta Timur 13470 Indonesia
Phone: (021) 213 85 119
Faximile: (021) 213 85 119
Handphone: 0818964919; 0857195919
Organisasi: Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)
   (Indonesian Advocates Association)
   No. Anggota: 00.10665
E – mail: appehturuk@gmail.com
 

  appehturuk05@gmail.com

appe_hutauruk@yahoo.com

 

Law Firm APPE HAMONANGAN HUTAURUK & ASSOCIATES  disingkat dengan nama AHH & ASSOCIATES  didirikan oleh Dr.  Appe Hamonangan Hutauruk, SH., MH.  pada awal bulan Januari 2000. Sebagai suatu asosiasi, Law Firm AHH & ASSOCIATES telah banyak menangani perkara/kasus dalam berbagai aspek hukum. Pengalaman tersebut menjadikan performance Law Firm AHH & ASSOCIATES sebagai suatu asosiasi yang bergerak di bidang jasa bantuan dan konsultasi hukum, semakin elegant dan professional.

Dengan menjunjung tinggi kode etik profesi advokat, Law Firm AHH & ASSOCIATES bertekad  untuk membela kepentingan hukum klien secara optimal dan profesional.  Komitmen untuk memperjuangkan penegakkan supremasi hukum dan nilai – nilai kebenaran  merupakan karakteristik dari kinerja Law Firm AHH & ASSOCIATES.

Personalia Law Firm AHH  & ASSOCIATES terdiri dari para profesional muda yang energetic dan mempunyai dedikasi dengan berbagai pengalaman penanganan perkara hukum. Potensi dan sumber daya tersebut merupakan kekuatan Law Firm HH & ASSOCIATES untuk membela kepentingan hukum dan hak – hak klien (client).

Law Firm APPE HAMONANGAN HUTAURUK & ASSOCIATES, bersedia memberikan jasa “Bantuan dan Konsultasi Hukum” kepada kalangan masyarakat luas pencari keadilan (baik PERORANGAN  maupun BADAN USAHA) atas dasar  kesepakatan atau perjanjian kerjasama.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mengadakan perjanjian kerjasama di bidang jasa “Bantuan dan Konsultasi Hukum”  sebagaimana dimaksud diatas,  berikut ini kami sebutkan daftar sebagian kecil dari pengalaman penanganan  “Perkara – Perkara Hukum”  oleh Law Firm AHH & Associates, sebagai berikut:

  • KOMPONINDO BETONJAYA (KOBE) sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. BUMI PERKASA PERMAI selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sesuai Register Perkara Nomor: 167/Pdt.G/1999/PN.JKT.;
  • MANAHAN SITANGGANG sebagai Klien selaku Penggugat, melawan YAYASAN IMAN PENGHARAPAN DAN KASIH (IPEKA) selaku Tergugat, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sesuai Register Perkara Nomor: 151/Pdt.G/PN.JKT.SEL;
  • MURNIATI SIMANJUNTAK sebagai Klien selaku Termohon Kasasi, melawan KARTINI PASARIBU selaku Pemohon Kasasi atas Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.: 66/PDT/1998/PT.DKI Tanggal 23 April 1998 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No.: 101/Pdt.G/PN.JKT.TIM. Tanggal 16 September 1997;
  • AKHIAN HERMANTO sebagai Klien selaku Terbanding/semula Tergugat, melawan PT. JUSTUS KIMIARAYA selaku Pembanding atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 295/Pdt.G/PN.JKT.UT. Tanggal 25 April 2001;
  • ROY HISAR M. SIMANGKALIT sebagai Klien selaku Penggugat, mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PT. MARGAJAYA MANDIRI PERKASA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Tertanggal 18 Desember 2000;
  • INTERNASIONAL SENTRAL TRANSPORTAMA sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. BADGER LOGISTIK INTERNASIONAL SENTRANS selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sesuai Register Perkara Nomor: 101/Pdt.G/2001/PN.JKT.UT. juncto Surat Kuasa Tertanggal 11 April 2001;
  • TERA MARE MAJU sebagai Klien selaku Tergugat, melawan PT. ROVELINDO PUTRA TEKNOLOGI selaku Penggugat dalam Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Nomor: 360/Pdt.G/2013/PN.JKT.BAR. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 021/PT.TMM – AR.Ass./SK/VII/2013 Tanggal 23 Juli 2013;
  • KUSNANDAR sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. CIPTA RANCANG MANDIRI selaku Tergugat I, BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) PUSAT cq. BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP)  PERWAKILAN PROVINSI DKI JAKARTA selaku Tergugat II, KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEJAKSAAN TINGGI DKI JAKARTA cq. KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA SELATAN selaku Tergugat III, Cs. di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Dalam Perkara Perdata Nomor: 378/Pdt.G/2014/PN.JKT.Sel. juncto. Surat Kuasa Khusus Nomor: 005/Perdata/06/2014 Tanggal 23 Juni  2014;
  • JOHNISIUS TAEBENU sebagai Klien selaku Terdakwa dalam Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sesui Register Perkara No.: 587/PID/B/2002/PN.JKT.SEL.;
  • JOHNISIUS TAEBENU sebagai Klien selaku Pembanding/semula Terdakwa dalam Perkara Pidana untuk mengajukan Permohonan Banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.: 587/PID/B/2002/PN.JKT.SEL., sesuai Surat Kuasa Khusus No.: 011/CK/02 – VII/ 2002 Tanggal 2 Juli 2002;
  • ANDREW JOSIAN TAMBUNAN, SE., Ak. sebagai Klien selaku Terdakwa dalam Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Bekasi, sesuai Register Perkara Nomor: 936/Pid.B/2005/PN.BKS;
  • CHAIDIR TAUFIK, M. Si. sebagai Klien selaku Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Nomor: 68/PID. SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST.  juncto Nomor: 003/AR&Ass./SK.Pidsus-Banding/I/2016  Tanggal 26 Januari 2016;
  • WALUYO SUKARMAN sebagai Klien selaku Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Nomor: 27/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 013/AR&Ass./SK/PID-SUS/2015 Tanggal 4 Mei 2015;
  • KASIYADI, S.Sos. sebagai Klien selaku Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Nomor: 35/PID/TPK/2015/PT.DKI. juncto Nomor : 24/Pid.Sus/TPK/2015/ PN.JKT.PST.;
  • JUFRI ZUBIR sebagai Klien selaku Termohon Kasasi dalam Perkara adanya dugaan Tindak Pidana Penipuan dan/atau Penggelapan di persidangan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 792 K/PID/2015 juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 153/SKK/LO/TP-P/III/2015;
  • YAKORLI SIMAMORA, M. SISWOYO, Cs. sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. INTERNUSA TRIBUANA CITRA FINANCE selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sesuai Register Perkara Nomor: 91/Pdt.G/2005/PN. Jkt.Ut. jo. Surat Kuasa Khusus No. 052/CK/G.Pdt – 2/VI – 25/ 2005 Tanggal 25 April 2005;
  • THOLIB BIN H. BASUN sebagai Klien selaku Pembanding/semula Penggugat, melawan Kepala Kantor Pertanahan Kota Bekasi selaku Terbanding/semula Tergugat, untuk mengajukan Memori Banding atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung No. 16/G/2006/PTUN – BDG. Tanggal 22 September 2006, sesuai Surat Kuasa Khusus No. 078/JEM&Rekan/SK.12/IX – 30/2006 Tanggal 29 September 2006;
  • MARTANI (Ahli Waris alm. NEWIH SOLING bin OCEN alias NEWIH bin OCEN) sebagai Klien selaku Penggugat, melawan BINA SARANA MEKAR  selaku Tergugat I dan KANTOR PERTANAHAN (BPN) KOTA TANGERANG selaku Tergugat II di Pengadilan Negeri Tangerang, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Perdata Nomor: 539/Pdt.G/2015/PN.TNG. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 048/SKK/Pdt.G/IX/2015 Tanggal 28 Agustus 2015;
  • MARTANI (Ahli Waris alm. NEWIH SOLING bin OCEN alias NEWIH bin OCEN) sebagai Klien selaku Pembanding, melawan BINA SARANA MEKAR Terbanding I dan KANTOR PERTANAHAN (BPN) KOTA TANGERANG selaku Terbanding II di Pengadilan Tinggi Banten, sebagaimana dimaksud dalam Perkara Perdata Nomor: 126/PDT/2016/PT.BTN. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 013/KS & Rekan/SK/V/2016 Tanggal 06 Juni  2016;
  • INTIGARMINDO PERSADA (dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama Indra Halim) sebagai Klien selaku Penggugat, melawan AGUS SALIM selaku Tergugat, dan Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek, di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual (Merek) Nomor: 04/Pdt.Sus/Merek/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.  juncto Surat Kuasa Khusus Tertanggal 04 Januari 2016;
  • INTIGARMINDO PERSADA (dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama Indra Halim) sebagai Klien selaku Pemohon Kasasi, melawan AGUS SALIM selaku Termohon Kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Perkara Perdata Khusus Hak Kekayaan Intelektual (Merek) Nomor: 789 K/Pdt.Sus – HKI/2016 juncto Surat Kuasa Khusus Tanggal 7 Juni 2016;
  • INTIGARMINDO PERSADA (dalam hal ini diwakili oleh Direktur Utama Indra Halim) sebagai Klien selaku pihak Kreditur Lain (KL), dalam perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. DUA SANDOL qq. PT. HOUSE OF GARMENT INDONESIA dan PT. WOO JEON BUSANA, di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 55/Pdt.Sus – Pailit/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.;
  • BANTENG PRATAMA RUBBER sebagai Klien selaku Termohon Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara PKPU Nomor: 48/Pdt.Sus.PKPU/2016/ PN.Niaga.Jkt.Pst. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 11/BPPAB/DIR/V/16 Tertanggal 11 Mei 2016;
  • KUSNANDAR sebagai Klien selaku Pemohon Praperadilan, atas penetapan dirinya sebagai Tersangka dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi oleh KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA SELATAN, sesuai Register Perkara Nomor: 54/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 027/YS&Partners/G.Praper/Jkt.Sel./2015 Tanggal 10 Juni 2015;
  • BANTENG PRATAMA RUBBER sebagai Klien selaku PENGGUGAT, melawan MUHAMMAD ARIFIN, dkk. selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Cibinong sebagaimana dimaksud dalam Surat Gugatan Nomor: 016 / AR & Ass. / G.Pdt. / 2013 Tanggal 22 Nopember 2015,  dengan Register Perkara Nomor: 238/Pdt.G/2015/PN.Cbi. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 21/BPPAB/DIR/XI/2015 Tanggal 12 Nopember 2015;
  • BANTENG PRATAMA RUBBER sebagai Klien selaku Termohon PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam Perkara Kepailitan Nomor: 48/Pdt.Sus – PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst., sesuai Surat Kuasa Khusus Nomor: 11/BPPAB/DIR./V/16 Tanggal 11 Mei 2016;
  • SOO LAI CHAN (Direktur PT. TOYOPLAS MANUFACTURING INDONESIA) sebagai Klien selaku Saksi dalam adanya dugaan Tindak Pidana Ketenagalistrikan, sebagaimana dimaksud dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STPL/02/II/2014/DJK – KESDM Tanggal 11 Februari 2014 a.n Pelapor Gunawan Ganjar juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 013/AR&Ass./SK/V/2014 Tanggal 2 Mei 2014;
  • TOYOPLAS MANUFACTURING INDONESIA sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. PLN (Persero) selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Bekasi, sesuai Register Perkara Nomor: 502/Pdt.G/2013/PN.Bks. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: TMI/001/11/2013 Tanggal 7 November 2013;
  • LINDA MAHYUDDIN sebagai Klien selaku Penggugat, melawan PT. KITITA ALAMI PROPERTINDO selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam Perkara Perdata Nomor: 663/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST. juncto Surat Kuasa Khusus Tertanggal 24 Nopember 2016;
  • MARAGANTI sebagai Klien selaku Penggugat, melawan KOPERASI PERHIMPUNAN PURNA KARYAWAN PERTAMINA (KOPANA) selaku Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam Perkara Perdata Nomor: 399/Pdt.G/2017/PN.JKT.SEL. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 021/AHH&Ass./ SK/VI/2017 Tanggal 23 Juni 2017;
  • INDOROOF PRIMA (dalam hal ini secara ex officio diwakili oleh Direktur Utama RUDY KESUMA) sebagai Klien selaku Tergugat I, melawan   PT. PRIMAJAYA SUKSES MANDIRI selaku Penggugat di Pengadilan Negeri Kls IA Bekasi, dalam Perkara Perdata Nomor: 496/Pdt.G/2017/PN.Bks. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 017/AHH&Associates/Pdt/X/2017 Tanggal 13 Oktober 2017;
  • BANTENG PRATAMA RUBBER sebagai Klien selaku Termohon Kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia, atas Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas I A Bandung Nomor: 127/Pdt.Sus – PHI/2015/PN.Bdg. Tanggal 23 Desember 2015 juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 06/BPPAB/DIR/III/2016 Tanggal 22 Maret 2016;
  • SUWARNO BAMBANG sebagai Klien selaku Pemohon untuk mengajukan Permohonan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS – LB) PT. JASA ALAM SEJAHTERA di Pengadilan Negeri Karawang, sebagaimana dimaksud dalam Register Perkara Nomor: 97/Pdt.P/2012/PN.Krw. juncto Surat Kuasa Khusus Nomor: 009/AR&Ass./SK.3/XII Tanggal 19 Maret 2012;
  • PUTRI KHAIRUNNISA sebagai Klien selaku Saksi, sehubungan pemeriksaan adanya dugaan Tindak Pidana Penipuan dan/atau Penggelapan di Polres Metropolitan Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Surat Panggilan Ke – 2 Nomor: S.Pgl/6001/S.14/XI/2016/Res JP Tanggal 21 Nopember 2016 juncto Surat Kuasa Khusus Tanggal 23 Nopember 2016;
  • HENDRO ISMANTO sebagai Klien, sehubungan dengan klaim asuransi kepada PT. ASURANSI JIWASRAYA (Persero), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa No.: 128/JEM/IX/2001 Tanggal 7 September 2001;
  • CITRA AVIATION sebagai Klien, sehubungan dengan perkara Utang – Piutang dengan Ir. HARTONO WIRJODARMOJO, sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Tertanggal 3 Mei 2000;
  • KOMPONINDO BETONJAYA (KOBE) sebagai Klien selaku pihak yang berpiutang, sehubungan dengan permasalahan hukum Utang – Piutang terhadap PT. BERDIKARI PONDASI PERKASA selaku Tertagih (pihak yang berutang), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 056/KOBE/III/99 Tanggal 17 Maret 1999;
  • KOMPONINDO BETONJAYA (KOBE) sebagai Klien selaku pihak yang berpiutang, sehubungan dengan permasalahan hukum Utang – Piutang terhadap PT. INSAN PERWIRA MEGAH selaku Tertagih (pihak yang berutang), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 057/KOBE/III/99 Tanggal 17 Maret 1999;
  • KOMPONINDO BETONJAYA (KOBE) sebagai Klien selaku pihak yang berpiutang, sehubungan dengan permasalahan hukum Utang – Piutang terhadap PT. GATRA WISESA KENCANA selaku Tertagih (pihak yang berutang), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 058/KOBE/III/99 Tanggal 17 Maret 1999;
  • KOMPONINDO BETONJAYA (KOBE) sebagai Klien selaku pihak yang berpiutang, sehubungan dengan permasalahan hukum Utang – Piutang terhadap PT. GENJAH TEHNIK PRATAMA selaku Tertagih (pihak yang berutang), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 059/KOBE/III/99 Tanggal 17 Maret 1999;
  • BERNARD HUTABARAT sebagai Klien, untuk menyelesaikan permasalahan hukum berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh PT. BANK BUKOPIN, sesuai Surat Kuasa Nomor: 1899/JEM/VI/2005 Tanggal 21 Juni 2005 dan Surat Kuasa Khusus No. 088/J.E.M/SK.2/I – 26/2006/ Tanggal 26 Januari 2006;
  • SECURINDO PACKATAMA INDONESIA (Secure Parking) sebagai Klien selaku pihak yang berpiutang, sehubungan dengan permasalahan hukum Utang – Piutang terhadap PT. JAVA PRIMA GLOBAL (Java Place Hotel) selaku Tertagih (pihak yang berutang), sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 3486/SPI – JPH/VIII/2015 Tanggal 6 Agustus 2015;
  • KOH HAN KIONG sebagai Klien, sehubungan dengan permasalahan hukum mengenai Perjanjian Pembiayaan Multiguna Untuk Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran (Installment Financing) No. 111730626 Tanggal 03 April 2017 Prosedur & Jadwal Pembayaran Angsuran Pembiayaan Perjanjian Pembiayaan Multiguna Untuk Pembelian Dengan Pembayaran Secara Angsuran Tanggal 03 April 2017”, melawan ZAIDA AUTO dan PT. MITSUI LEASING CAPITAL INDONESIA, sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 026/KS&Rekan/SK/VIII/2017 Tanggal 30 Agustus 2017;
  • INTI GARMINDO PERSADA sebagai Klien, bekaitan dengan penyelesaian perselisihan hubungan ketenagakerjaan berkaitan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan Sdri. Titin, Nari Yanti, Ruminah dan Nimah Halimah, sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 023/HPN& Partners/SK-5/HI – Mediasi/IV/2016 Tanggal 14 April 2016;
  • AMRUL ZUHRI sebagai Klien berhadapan dengan PT. BPR DANA MULTI GUNA, berkaitan dengan adanya sengketa (perselisihan hukum) yang timbul dari Perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang No.:18/005688/PI/DMG/KRD No. Rek. Pinjaman 80000 Tanggal 02 September 2013, sebagaimana dimaksud dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 017/HPN&Partners/SK – 1/NL/III/2016 Tanggal 2 Maret 2016;
  • Togar Sihombing sebagai Klien berhadapan dengan PT. VA TECH  T & D beralamat di Jl. Talang No.3, Proklamasi, Jakarta Pusat 10320;
  • Banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor: 16/G/2006/PTUN-BDG Tanggal 22 September 2006 dalam perkara antara THOLIB BIN H. BASUN  sebagai Klien selaku Pembanding, melawan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bekasi sebagai Terbanding;
  • ANDREW JOSIAN TAMBUNAN sebagai Klien selaku Pemohon Praperadilan  lawan Pemerintah Republik Indonesia Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia  cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Bandung cq. Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi, di Pengadilan Negeri  Bekasi;
  • SJOEFJAN TSAURI sebagai Klien selaku Pemohon Praperadilan lawan  Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat cq. Kepala Kepolisian Wilayah Bogor cq. Kepala Kepolisian  Sektor Cibinong sebagai Termohon Praperadilan di Pengadilan Negeri Cibinong sesuai Register Perkara Nomor: 01/PID/PRA/2006/PN.CBN  Tanggal 17 Juli 2006;
  • ANEKA ELOK REAL ESTATE sebagai Klien selaku Penggugat, melawan  Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selaku Tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara  Jakarta, sesuai Register Perkara Nomor: 164/G/2007/ PTUN.JKT.;
  • Syofyan, Cs. sebagai Klien selaku Penggugat, melawan Direksi PD Pasar Jaya di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sesuai Register Perkara Nomor: 29/G/2007/PTUN.JKT.;
  • HENDRA sebagai Klien selaku Tersangka di POLRES Jakarta Barat, sesuai Laporan Polisi Nomor Pol.:235/M/VI/JB/2005/LL Tanggal 21 Juni 2005;
  • SUKRI sebagai Klien selaku Pelapor di POLRES Jakarta Barat, sesuai  Laporan Polisi  Nomor  Pol.:1452/K/IV/ 2006/ SPK UNIT I Tanggal 19 April 2006;
  • RR PACKAGING INDONESIA sebagai Klien selaku Pelapor di POLRES Bekasi, sesuai Laporan Polisi Nomor Pol.:LP/3133/K/XI/2005/SPK/RESTRO – BKS Tanggal 15 Nopember 2005;
  • CARGOCARE MEGA KUNINGAN RAYA sebagai Klien selaku Terlapor di POLDA METRO JAYA, sesuai Surat Panggilan Nomor Pol.:Spgl/1099/I/ 2006/Dit.Reskrimum  Tanggal 23 Januari 2006;

Demikian Law Firm Profile ini dibuat dengan sebenarnya dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 26 Januari  2018

Law Firm  AHH & ASSOCIATES

 T.T.D

Dr.  APPE HAMONANGAN HUTAURUK, SH., MH.

 

 

#SalamPersaudaraan:
APPE HAMONANGAN HUTAURUK

Kamis, 12 Januari 2023

ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI

 

ASPEK HUKUM CESSIE, NOVASI DAN SUBROGASI

Dapatkah seseorang mengalihkan piutangnya kepada pihak lainnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitur?

Bagaimana proses dan pengaturan hukumnya terkait dengan pengalihan tersebut?

Dalam hukum, pengalihan piutang tersebut baru sah secara hukum apabila dituangkan dalam suatu perjanjian, pengalihan piutang berdasarkan suatu Perjanjian dalam ketentuan hukum di Indonesia terbagi menjadi Subrogasi, Novasi dan Cessie.


 
SUBROGASI

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 s.d. Pasal 1403 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).

Subrogasi merupakan penggantian hak-hak (piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga/kreditur baru yang telah membayar, sehingga dapat disimpulkan bahwa subrogasi terjadi karena adanya pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada Kreditur sebelumnya. Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena subrogasi berbeda dengan pembebasan utang. Tujuan pihak ketiga melakukan pembayaran kepada kreditur adalah untuk menggantikan kedudukan kreditur lama, bukan membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang kepada kreditur.


  
NOVASI

Novasi diatur dalam Pasal 1413 s.d. 1424 KUH Perdata yang merupakan pembaruhan hutang atau suatu perikatan yang bersumber dari kontrak baru yang mengakhiri atau menghapuskan perikatan yang bersumber dari kontrak lama dan pada saat bersamaan menimbulkan perikatan baru yang bersumber dari kontrak baru yang menggantikan perikatan yang bersumber dari kontrak lama tersebut.


Terdapat 3 (tiga) jenis novasi, yaitu sebagai berikut:

1.   Apabila seorang debitur membuat perikatan utang baru bagi kreditur untuk menggantikan perikatan yang lama yang dihapuskan karenanya, disebut novasi objektif;

2.   Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan seorang debitur lama yang dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif pasif;

3.   Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang kreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si debitur dibebaskan dari perikatannya, disebut novasi subjektif aktif.


Novasi pada hakikatnya merupakan hasil perundingan segitiga yaitu antara Pihak Kreditur, Debitur dan Pihak Ketiga,dimana Para Pihak tersebut bersifat aktif.

  

CESSIE


Cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Cessie ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum cessie itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Sehingga Cessie berbeda dengan Subrogasi, dimana dalam cessie utang piutang tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Sedangkan dalam subrogasi, utang piutang yang lama hapus, untuk kemudian dihidupkan lagi bagi kepentingan kreditur baru.


Prof.  Subekti menjelaskan bahwa Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris. Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan, jadi tak boleh dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang.

Rabu, 11 Januari 2023

PERAMPASAN BARANG DALAM PERKARA TIPIKOR DAN KEBERATAN PIHAK KETIGA

 

PERAMPASAN BARANG DALAM PERKARA TIPIKOR DAN KEBERATAN PIHAK KETIGA

 

Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, pengadilan berwenang menjatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang atau perusahaan menjadi milik negara ataupun untuk dimusnahkan. Dalam praktik,  bisa jadi barang yang dirampas tersebut merupakan milik pihak ketiga sehingga ia dirugikan atas tindakan perampasan tersebut. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengakomodir mekanisme perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik  yang haknya dirugikan atas putusan perampasan aset tersebut. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, pihak ketiga tersebut  dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan tindak pidana korupsi dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Namun demikian, Undang – Undang  Pemberantasan Tipikor tidak mengatur secara rinci hukum acara  pengajuan dan pemeriksaan keberatan tersebut. Oleh karena itu, untuk menjamin kesatuan dan ketepatan  penerapan hukum  diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor  2 Tahun 2022 tentang  Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga yang Beriktikad Baik terhadap Putusan Perampasan Barang  Bukan Kepunyaan Terdakwa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.

 

Pengajuan

Keberatan  terhadap pidana tambahan berupa perampasan barang atau perusahaan menjadi milik negara atau untuk dimusnahkan harus diajukan secara tertulis melalui sarana elektronik maupun konvensional kepada pengadilan yang berwenang oleh pihak ketiga yang beritikad baik.

Siapa itu   pengadilan yang berwenang dan pihak ketiga beritikad baik?.  Menurut Pasal  2 Perma,  pengadilan yang berwenang adalah pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri atau pengadilan militer/pengadilan militer tinggi yang memeriksa, mengadili, dan memutus Perkara Pokok pada tingkat pertama. Sedangkan  pihak ketiga yang beritikad baik diatur pada Pasal 3 ayat (2) Perma 2 Tahun 2022, yaitu : pemilik, pengampu, wali dari pemilik Barang, atau kurator dalam perkara kepailitan dari suatu Barang, baik seluruhnya maupun sebagian yang dijatuhkan perampasan. 

 

Berkaitan dengan  kurator yang mengajukan permohonan keberatan,  hal tersebut hanya diperbolehkan apabila putusan pernyataan pailit diucapkan sebelum dimulainya penyidikan.

 

Waktu Pengajuan

Berdasarkan  Pasal 4  ayat (1) Perma 2/2022.  keberatan harus diajukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan pada Perkara Pokok diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

“Dalam hal putusan Perkara Pokok merupakan putusan banding atau kasasi, Keberatan diajukan paling lambat 2 (dua) bulan setelah petikan/salinan putusan diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa dan/atau diumumkan di papan pengumuman pengadilan dan/atau secara elektronik”, tulis  Pasal 4 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Pengajuan keberatan tersebut dapat diajukan sebelum maupun setelah objek yang dimohonkan dilakukan eksekusi.  Apabila keberatan diajukan sebelum eksekusi maka hal tersebut tidak menghalangi eksekusi.  Sementera itu, jika keberatan diajukan setelah eksekusi maka  Menteri Keuangan harus dijadikan  Turut Termohon.

Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) keberatan yang diajukan oleh pihak yang berbeda secara terpisah atas objek Barang yang sama dalam putusan tindak pidana  korupsi yang sama, menurut  Pasal 7 Perma No 2/2022,  ketua/kepala pengadilan menetapkan pemeriksaan permohonan Keberatan tersebut digabungkan dalam 1 [satu] nomor perkara.  Sementara itu, apabila ada pengajuan keberatan   dari pihak lain atas objek dan putusan yang sama setelah dilakukan penunjukan majelis hakim,  maka ketua/kepala pengadilan menunjuk majelis hakim yang sama untuk memeriksa permohonan Keberatan tersebut.  

 

Biaya Pengajuan Keberatan

Pasal 14 Perma Nomor 2 Tahun 2022  menetapkan permohonan pengajuan keberatan tidak dipungut biaya alias gratis.

 

Produk Pengadilan

Pasal 11 Perma Nomor 2 Tahun 2022 menentukan bahwa  majelis  hakim  memutus keberatan  dalam bentuk penetapan.

 

Upaya Hukum  

Upaya hukum  terhadap penetapan pengadilan  adalah  kasasi yang dapat diajukan oleh  pemohon, termohon  dan/atau  turut termohon.  Dalam perkara permohonan keberatan tidak dibuka pintu permohonan peninjauan kembali.

“Terhadap kasasi dan/ atau Penetapan atas permohonan Keberatan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diajukan peninjauan kembali”, tulis Pasal 20 Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Permohonan kasasi atas penetapan Keberatan  diregister pada kepaniteraan muda pidana khusus Mahkamah Agung.  Penomoran perkara kasasi atas penetapan Keberatan sebagai berikut: nomor perkara: ... K/Pid.Sus-Kbrt/ tahun ...;

 

Penyampaian Memori Kasasi

Pasal 16 Perma Nomor 2 Tahun 2022  menentukan bahwa permohonan kasasi wajib disertai mernori kasasi yang diajukanbersama dengan pernyataan kasasi.

“Dalam hal permohonan kasasi tidak disertai dengan memori kasasi, maka panitera pengadilan membuat surat keterangan yang ditujukan kepada ketua/kepala pengadilan dan ketua/kepala pengadilan membuat penetapan permohonan kasasi tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung”, tulis Pasal 16 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2022.

Sabtu, 17 Desember 2022

UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI

 

UPAYA MENGUBAH BUDAYA KORUPSI MELALUI REFORMASI BIROKRASI 

 

Reformasi birokrasi menjadi upaya preventif dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Tindakan memperkaya diri sendiri ini kerap dilakukan oleh pejabat publik dan mulai dianggap sebagai budaya yang telah mendarah daging. Dalam laporan Transparency International yang dirilis tahun 2021 indeks korupsi di Indonesia turun dari urutan 85 dengan skor 40 menjadi 102 dengan skor 37 dari 180 negara. 

Reformasi birokrasi terhadap jajaran birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan memiliki wewenang dalam mengelola aset publik, menentukan kebijakan, dan memberikan layanan. Dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki jajaran birokrasi harus diikuti dengan kontrol diri yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Saat ini permasalahan etika dan integritas jajaran birokrasi harus diperhatikan. Untuk mencegah tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan sejenisnya diperlukan suatu standar etika dan integeritas. 

Dengan banyaknya kasus pelanggaran etika dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik menyebabkan citra negatif terhadap birokrasi di Indonesia contohnya di lingkungan pemasyarakatan.  Untuk mengembalikan citra tersebut, pemasyarakatan berupaya untuk membenahi birokrasi dengan mengupayakan pembenahan kualitas birokrasi sehingga jajaran birokrasi dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Untuk mengefektifkan peran birokrasi tersebut diperlukan transformasi birokrasi dalam hal tatanan individual maupun kelembagaan. 

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang didapatkan karena jabatan atau kedudukan merupakan bentuk tindak pidana korupsi. Korupsi dianggap sebagai perilaku suatu individu dengan menggunakan wewenang yang dimiliki untuk keuntungan pribadi serta merugikan kepentingan umum dan negara. Korupsi terjadi ketika pejabat atau pegawai yang memiliki kewenangan menyalahgunakan kewenangan tersebut untuk memperkaya diri sendiri. 

Budaya korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya dicegah sejak dini. Salah satu upaya pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah dengan membuat saluran Pengaduan Masyrakat KPK. Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi melakukan suatu perubahan dengan membuat saluran Pengaduan Masyarakat KPK. Lewat inovasi ini KPK berharap masyarakat lebih mudah untuk menyampaikan aspirasi berupa laporan dugaan tindakan korupsi kepada KPK sehingga dapat mempersulit pelaku tindak pidana korupsi. 

Pencegahan tindak pidana korupsi berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Dalam undang-undang tersebut secara implisit menegaskan bahwa sebagai bentuk pencegahan tindak pidana korupsi maka perlu mengadopsi asas umum pemerintah negara yang baik yaitu asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum dengan tujuan menciptakan sistem penyelenggara negara yang baik dan bersih dari KKN. 

Sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi melalui pendekatan implisit yang berdasarkan pada hukum tak tertulis berupa etika, moral, dan integritas yang terdapat pada pedoman, sistem pengendalian, dan pengelolaan sudah seharusnya diperkuat proses implementasinya. Salah satu upaya konkret pemerintah dalam mencegah tindak pidana korupsi adalah infrastruktur etika yang terdapat pada agenda reformasi birokrasi. 

Criminal Justice System memiliki peranan penting untuk mencapai pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi, makna dari integrated criminal justice system adalah keselarasan dalam memahami falsafah mengenai jalannya sistem peradilan pidana. Di dalam pemasyarakatan sendiri muncul berbagai penyimpangan dan pelanggaran hukum seperti korupsi, penting dicarikan solusi dengan cara pendekatan melalui pengawasan khusus yang dilakukan oleh lembaga eksternal institusi lembaga pemasyarakatan tersebut. 

Pengukuhan etika dan integritas birokrasi dalam upaya pencegahan korupsi berpedoman pada konsep berpikir Organization for Economic Cooperation and Development  (OECD, 1996). Konsep ini menegaskan tiga infrastuktur etika, yaitu pengelolaan, sistem akuntabilitas, dan pedoman. Infrastruktur etika sangat dibutuhkan karena sampai saat ini penyelenggaraan pemerintah yang bebas dan bersih dari KKN belum mencapai harapan. 

Lemahnya etika dan integritas birokrasi menyebabkan berbagai masalah seperti belum maksimalnya implementasi peraturan perundangan pencegahan korupsi, sistem akuntabilitas yang belum efektif, komitmen pemimpin dan lemahnya pengawasan masyarakat terhadap kinerja jajaran birokrasi. Salah satu agenda reformasi birokrasi adalah infrastruktur etika. Dalam prakteknya reformasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja Menteri, Pimpinan Lembaga dan Kepala daerah dalam memenuhi tanggung jawab dan kewajiban dengan mengintegrasikan bidang finansial, birokrasi, dan pelaksanaan otonomi. 

Dengan adanya reformasi maka akan memunculkan perubahan seperti perubahan standar pertanggungjawaban (accountability) dalam kebijakan pemerintah yang dapat dijadikan patokan. Dalam konteks birokrasi upaya peningkatan pemahaman terhadap aspek akuntabilitas dapat diterapkan melalui program peningkatan kineja yang mengutamakan manajemen pengetahuan berbasis integritas dan moralitas. Setiap kebijakan yang diputuskan oleh pegawai yang juga termasuk sebagai ASN harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan yang berlaku dan berlandasan etika pelayanan publik. 

Selain kompetensi teknis dan kepemimpinan, sebagai aparatur juga harus memiliki kompetensi etika yang menjabarkan tentang manajemen nilai, penalaran moral, moralitas individu, publik, dan etika organisasional. Jadi penguatan etika dan integritas birokrasi dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi sangat dibutuhkan. Korupsi termasuk tindak pidana yang sudah seharusnya diberantas. Korupsi adalah perilaku melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. 

Reformasi birokrasi perlu dilakukan sebagai upaya preventif dalam mencegah tindak pidana korupsi. Infrastruktur etika sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi bertujuan untuk memperkuat etika dan integritas jajaran birokrasi. Dengan kuatnya etika dan integritas tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran jajaran birokrasi untuk tindak melakukan tindak pidana korupsi.

·

 

FENOMENA COLLATERAL DALAM AGUNAN SUATU KREDIT

 

FENOMENA COLLATERAL DALAM AGUNAN SUATU KREDIT

 

Dalam dunia perbankan, collateral merupakan  suatu  yang tak terpisahkan dalam hal pemberian kredit. Collateral bisa disebut juga dengan istilah agunan/jaminan. Tentu saja untuk utang-piutang adanya jaminan memiliki manfaat yang begitu besar. Meskipun pada saat ini kita bisa menjumpai jenis kredit tanpa agunan, namun mengenali pengertian collateral secara rinci beserta fungsi dan jenisnya akan sangat bermanfaat bagi kita.

Sebab kita bisa memutuskan apakah akan mengajukan kredit dengan atau tanpa agunan. Tentunya masing-masing jenis kredit tersebut memiliki keuntungan tersendiri. Di bawah ini akan diulas lebih lanjut mengenai definisi collateral dan berbagai hal lainnya yang bersangkutan dengan istilah tersebut.

Pengertian Collateral

Pengertian collateral merupakan agunan yang bertujuan untuk mengamankan utang kreditur (peminjam). Jika peminjam gagal melunasi kewajibannya, maka perusahaan pemberi pinjaman akan melelang (melikuidasi) asset tersebut.

Perusahaan pemberi pinjaman (debitur) akan memberikan surat pengakuan utang yang tujuannya untuk mengikat kedua belah pihak secara hukum atas seluruh agunan milik debitur bagi kepentingan kreditur.

Kredit dengan agunan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah secured debt. Sedangkan kredit tanpa agunan disebut non collateral atau unsecured debt. Dengan agunan, kredit memiliki bunga lebih rendah jika dibandingkan yang tanpa agunan.

 

Pengertian Agunan Menurut Para Ahli

Dalam dunia perbankan, agunan merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak yang diserahkan peminjam kepada pemberi pinjaman. Tujuannya untuk menjamin apabila terjadi kondisi dimana fasilitas kredit tidak dibayar sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jika terjadi kredit macet, maka benda tersebut dijual untuk pelunasan fasilitas kredit.

Jenis haminan dapat berupa jaminan umum dimana kreditor tidak memiliki hak preferen dan jaminan khusus yang mana pihak kreditur memiliki hak preferen (Widyono 2009)

Dan pengertian lain dari agunan menurut sejumlah ahli sebagai berikut:

  • Suatu penyerahan kekayaa atau pernyataan kesanggupan untuk menanggung pembayaran kembali atas sebuah utang. (Thomas:2003)
  • Penyerahan suatu hak atau kekuasaan oleh peminjam kepada pihak bank yang tujuannya untuk menjamin pelunasan hutang jika terjadi kredit macet. (Faisal:2004)

 

Jenis-jenis Collateral

Selain membuat bunga lebih rendah, collateral atau agunan juga memiliki dua jenis berdasarkan fungsinya. Yakni agunan tambahan dan agunan pokok.

  • Agunan Pokok, yakni objek yang dibiayai dengan kredit. Misalnya KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Yang dijaminkan dalam KPR adalah rumah yang dibeli.
  • Agunan Tambahan, yakni barang yang dijadikan jaminan untuk menambah agunan pokok. Hal ini kerap dilakukan untuk menambah jaminan pokok yang dianggap pihak bank masih kurang.

Sedangkan berdasarkan wujud bendanya, agunan dapat dibedakan menjadi agunan berwujud dan agunan tak berwujud.

  • Agunan Berwujud misalnya bangunan, mesin-mesin, kendaraan, tanah, dsb.
  • Agunan Tak Berwujud misalnya garansi perorangan, garansi perusahaan, dsb.

Berdazarkan mobilitas, agunan terdiri atas dua jenis. Yakni agunan tidak bergerak dan agunan bergerak.

  • Agunan Tak Bergerak misalnya tanah, pabrik, bangunan, dsb. Biasanya untuk kredit jangka panjang yang menggunakan agunan tak bergerak disebut dengan istilah hipotek.
  • Agunan Bergerak misalnya piutang, persediaan barang dagangan, kendaraan bermotor, dsb.

 

Syarat Barang yang Bisa Dijadikan Agunan

Tak semua barang bisa dijadikan sebagai agunan. Ada sejumlah aspek yang dijadikan sebagai bahan penilaian. Antara lain:

  • Kepimilikannya dapat dipindahtangankan
  • Memiliki nilai ekonomis yang bisa dinilai dengan uang
  • Nilai yuridis dimilikinya. Dalam pengertian agunan dapat dimiliki secara sempurna berdasarkan hukum. Bank memiliki hak didahulukan terhadap likuidasi agunan tersebut.

Baik itu bank, leasing, atau jenis perusahaan yang berperan sebagai pemberi pinjaman, biasanya memiliki sejumlah kriteria aset apa yang bisa dijadikan sebagai collateral. Misalnya BPKB kendaraan, kendaraan berat, sertifikat rumah, tanah, dsb. Barang-barang yang dapat dijadikan agunan pun sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No 9/PBI/2007.

  • Tanah bisa dijadikan agunan dengan pembuktian sertifikat atas hak tanah tersebut
  • Bangunan bisa berupa rumah tinggal, rumah susun, gudang, pabrik, dan hotel. Sama seperti tanah, pembuktiannya harus dengan sertifikat kepemilikan, IMB, dan status hukumnya harus jelas.
  • Kendaraan bermotor dibuktikan dengan menyertakan BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)
  • Mesin-mesin pabrik dapat diterima dengan menyesuaikan usia mesin tersebut serta teknisnya
  • Surat berharga dan saham harus yang aktif diperdagangkan di BEI atau yang sudah memiliki peringkat investasi
  • Pesawat udara, kapal laut dapat dijadikan agunan dengan memperhatikan ukurannya. Yang bisa diagunkan ukurannya diatas 20 meter kubik dan kemudian diikat dengan hipotek

 

Apakah Logam Mulia Bisa Dijadikan Agunan?

Meskipun dapat ditaksir menggunakan nilai uang, logam mulia tidak dapat dijadikan agunan pada bank-bank konvensional. Namun khusus untuk bank syariah, agunan berupa perhiasan emas masih dapat diterima.

 

Kredit Tanpa Agunan/Collateral

Anda pun perlu mengetahui bahwa saat ini pun bisa mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA). Jenis kredit satu ini merupakan produk kredit konsumtif dalam memberikan pinjaman tanpa perlu meminta jaminan. Calon nasabah tidak perlu lagi mengajukan permohonan dengan alasan yang spesifik. Biasanya KTA digunakan untuk menutupi biaya-biaya tertentu.

Misalnya pelunasan/penutupan kartu kredit, biaya pernikahan, pendidikan, pengobatan, modal usaha, dll. Kredit Tanpa Agunan memiliki sejumlah keuntungan sebagai berikut:

  • Pinjaman dapat diajukan tanpa jaminan apapun
  • Suku bunga sama selama masa kontrak kredit
  • Periode angsurannya cukup singkat. Yakni antara 1-5 tahun.
  • Memiliki manfaat lain seperti perlindungan asuransi.
  • Maksimal nilai utangnya mencapai 300 juta rupiah.

Meskipun memiliki sejumlah keuntungan, bunga dari KTA terbilang lebih tinggi jika dibandingkan kredit menggunakan agunan. Namun kembali lagi, hal ini bisa anda sesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pribadi. Semoga penjelasan mengenai collateral diatas bermanfaat bagi anda.

 

TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN

  TAHAP PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN SUATU KONTRAK ATAU PERJANJIAN   Pelaksanaan suatu kontrak akibat adanya suatu perbuatan cidera/ingka...